Gunadarma

ug

Selasa, 23 Januari 2018

STRUKTUR GEDUNG PADA KETAHANAN GEMPA BUMI

BAB 1 Latar Belakang Masalah Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutanpada kerak bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor yang utama adalah benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Lokasi gesekan ini terjadi disebut fault zone. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dan gerakan. Setiap tahun kerak luar bumi bergetar sekitar satu juta kali. Getaran-getaran tersebut dapat diukur dengan peralatan seismograf. Sekitar 20 getaran diantaranya merupakan gempa bumi kuat dan 2 getaran merupakan gempa bumi ynag sangat kuat. Gempa bumi merambat melalui getaran keseluruh permukaan Bumi, akan tetapi menjadi berbahaya disekitar pusat gempa. Daerah yang paling rawan adalah yang mengalami pergeseran lempeng tektonik. Gempa bumi merupakan bencana alam yang paling menakutkan bagi manusia, karena bencana alam ini terjadi secara tiba-tiba, tidak dapat diprediksi kapan terjadinnya. Hal ini akibat kita selalu mengandalkan tanah tempat kita berpijak di bumi sebagai landasan yang paling stabil yang bisa selalu dalam keadaan diam dan menopang kita. Begitu terjadi gempa bumi, kita tiba-tiba menyadari bahwa tanah yang kita pijak tersebut ternyata bisa kehilangan stabilitasnya sehingga dapat merusak lingkungan dan bangunan yang ada di atas lapisan permukaan tanah, dan mampu menelan korban.Wilayah Indonesia mencakup daerah-daerah yang mempunyai tingkat resiko gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseIuruh dunia. Data-data terakhir yang berhasil direkam menunjukkan bahwa rata-rata setiap tehun terjadi sepuluh kegiatan gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di Indonesia. Sebagian terjadi pada daerah lepas pantai dan sebagian lagi pada daerah pemukiman. Pada daerah pemukiman yang cukup padat, perlu adanya suatu perlindungan untuk mengurangi angka kematian penduduk dan kerusakan berat akibat goncangan gempa. Dengan menggunakan prinsip teknik yang benar, detail konstruksi yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan jiwa menusia dapat dikurangi. Seperti halnya peristiwa beberapa tahun yang lalu di Yogjakarta diguncang oleh gempa berkekuatan 6,2 skala Richter pada tanggal 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik.Korban tewas menurut laporan terakhir dari Departemen Sosial Republik Indonesia pada 1 Juni 2006 pukul 07:00 WIB, berjumlah 6.234 orang dengan rincian: Yogyakarta 165 jiwa, Kulon Progo 26 jiwa, Gunung Kidul 69 jiwa, Sleman 326 jiwa, Klaten 1.668 jiwa, Magelang 3 jiwa, Boyolali 3 jiwa, Purworejo 5 jiwa, Sukoharjo 1 jiwa dan korban terbanyak di Bantul 3.968 jiwa. Sementara korban luka berat sebanyak 33.231 jiwa dan 12.917 lainnya menderita luka ringan. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling parah terkena bencana. Informasi menyebutkan sebanyak 7.057 rumah di daerah ini rubuh. Gambar 1. Struktur bagunan gedung tahan gempa menurut SNI 03-17261-2002 Biasanya setelah terjadi gempa manusia baru sadar akan konstruksi bangunan yang kurang kokoh menyebabkan banyak menelan korban jiwa. Bangunan yang tahan gempa bisa dibangun dengan teknologi sederhana yang biasa dipakai dalam rumah-rumah konvensional dengan sistem struktur beton bertulang, dinding batu-bata dan atap kayu. Penambahan yang perlu dilakukan, misalnya pada penambahan angkur yang memperkuat hubungan antara elemen beton, dinding, atap dan elemen lainnya. Dengan sistem-sistem bangunan yang dikenal di Indonesia dan dibuat oleh standarisasi pemerintah. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara meminimalisir hancurnya bangunan akibat dampak yang ditimbulkan gempa bumi? 2. Apakah struktur suatu bangunan berpengaruh terhadap kekuatan bangunan untuk menahan gempa bumi? 3. Apakah pondasi bangunan berpengaruh terhadap kekuatan struktur bangunan untuk menahan gempa bumi? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari perancangan bangunan tahan gempa adalah merancang bangunan yang mempunyai daya tahan terhadap gempa bumi. Tahan terhadap gempa bumi dalam arti bahwa bila bangunan terkena gempa bumi maka bangunan tidak akan mengalami kehancuran secara struktural yang dapat meruntuhkan bangunan. Dalam perencanaan bangunan tahan gempa terdapat prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk didirikannya suatu bangunan. Prinsip tersebut yakni, pada konfigurasi bentuk bangunan, pemilihan material bangunan yang ringan, sistem konstruksi penahan beban, dan ketahanan bangunan terhadap kebakaran. Secara umum tujuan dan manfaat dari perencanaan ini adalah pengaplikasian lanjutan dari ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan dengan perhitungan dan permasalahan yang lebih nyata yang terjadi di lapangan. 1.3.1 Tujuan Penulisan 1. Memahami dampak yang ditimbulkan gempa bumi agar dapat meminima rusaknya suatu bangunan. 2. Berpengaruh atau tidaknya struktur bangunan dalam menahan gempa bumi. 3. Mengetahui bahwa semakin ringan bobot bangunan, maka gaya gempa yang diterima bangunan akan jauh berkurang. 4. mengurangi kerusakan, membatasi ketidak nyamanan penghunian saat gempa,dan melindungi layanan bangunan vital serta mengindarkan terjadinya korban jiwa. 1.3.2 Manfaat Penulisan 1. Kita dapat mengetahui, memahami arti dari gempa bumi, dampak yang ditimbulkannya. 2. mengetahui bahwa struktur bangunan sangat berpengaruh terhadap kekuatan suatu bangunan dalam menahan gempa bumi. 3. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan struktur bangunan sehingga memberi rasa aman dan nyaman kepada penghuninya. 4. Meminimalkan kerusakan bangunan yang terjadi akibat gempa. 5. Mendapatkan ilmu tentang desain struktur bangunan tahan gempa pada kondisi wilayah gempa menengah dan tinggi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem struktur hendaknya memiliki kriteria yang lazim untuk digunakan dan seperti yang telah kita ketahui struktur harus mampu menahan beban-beban yang bekerja baik beban vertikal dan gravitasi maupun beban lateral. Filososfi perancangan bangunan tahan gempa diadopsi hampir seluruh negara di dunia mengikuti ketentuan berikut ini, pada: a. Gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan, b. Gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen non-struktural diijinkan mengalami kerusakan, c. Gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan. (Daniel Rumbi Teruna, 2007) Revisi peraturan baru bangunan tahan gempa di Indonesia dalam perancangan suatu gedung beton setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI 2847-2013, yaitu Tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung, dan SNI 03-1726-2012, yaitu Tata cara perencanaan ketahana gempa untuk bangunan gedung dan non gedung, sedangkan untuk bagian-bagian yang tidak ada dalam peraturan SNI 2847-2013 dan SNI 03-1726-2012, selama belum terbit peraturan baru dapat menggunakan referensi yang lain. Bangunan hotel 10 lantai yang ada di daerah Semarang, akan dievaluasi kembali dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang berada pada wilayah resiko gempa tinggi. 10 Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah desain struktur beton bertulang dengan pendetailan yang menghasilkan struktur yang fleksibel (memiliki daktilitas tinggi). Dengan pendetailan mengikuti ketentuan SRPMK, maka faktor reduksi gaya gempa R dapat diambil sebesar 8, yang artinya bahwa gaya gempa rencana hanya 1/8 dari gaya untuk elastis desain (pengambilan nila R>1) artinya mempertimbangakan post-elastic desain, yaitu struktur mengalami kelelehan tanpa kegagalan fungsi). Ketentuan SRPMK dijelaskan dalam SNI 03-2847-2002 Bab 23.3 yang sama dengan ketentuan ACI 318-02. Desain struktur beton bertulang dengan SRPMK sudah dimulai sejak tahun 1960 (Blume et al, 1961) dan pertama kali diwajibkan penggunaanya untuk wilayah yang memiliki resiko gempa tinggi dalam Uniform Building Code (ICBO 1973). Saat ini, SRPMK wajib digunakan untuk wilayah yang memiliki resiko gempa tinggi (Kategori desain seismik D,E dan F dalam SNI 1726-2012 atau ASCE-7). SRPMK dapat digunakan juga dalam kategori desain seismik A, B dan C, namun perlu diperhatikan jika tidak ekonomis. Berdasarkan pengalaman para praktisi, untuk desain yang ekonomis dengan SRPMK, bentang balok yang proporisional adalah 6 sampai 9 m. Untuk jarak antar lantai yang tinggi, perlu diperhatikan kemungkinan soft story. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam SNI 1726-2012 dan ASCE-7 faktor reduksi gaya gempa dapat diambil sebesar 8. Disebabkan karena struktur SRPMK memiliki sifat fleksibel dengan daktilitas yang tinggi, sehingga bisa direncanakan dengan gaya gempa rencana yang minimum. Kekuatan dan kekakuan dari struktur juga harus diperhatikan untuk mampu menahan beban rencana, baik beban gravitasi maupun angin dan gempa, dan juga struktur harus menghasilkan story drift yang sesuai dengan batasan peraturan. Drift dari struktur dihitung dengan beban terfaktor yang diamplifikasi dengan faktor cd (SNI 1726-2012 tabel 9). 11 Analisa kekakuan efektif dari frame juga harus empertimbangkan efek dari keretakan beton (Post elastic desain). Struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat daktilitas yang tinggi, yaitu mampu menerima mengalami siklus respon inelasitis pada saat menerima beban gempa rencana. Pendetailan dalam ketentuan SRPMK adalah untuk memastikan bahwa respon inelastis dari strukur bersifat daktail. Prinsip ini terdiri dari tiga: a. Strong-Column/weak-beam yang bekerja menyebar di sebagian besar lantai. b. Tidak terjadi kegagalan geser pada balok, kolom dan joint. c. Menyediakan detail yang memungkinkan perilaku daktail. Metode desain kapsitas pada dasarnya diaplikasikan pada perancangan struktur tahan gempa dengan tujuan agar bentuk-bentuk keruntuhan yang sifatnya getas tidak muncul dalam mekanisme disipasi energi yang dihasilkan oleh struktur. Agar tujuan ini dapat dicapai maka perlu dirancang suatu hierarki keruntuhan sedemikian hingga hanya bentuk-bentuk keruntuhan yang daktail yang muncul. Pendetailan dalam SRPMK bertujuan untuk mendapatkan struktur yang bersifat daktail. Beberapa ketentuan SRPMK: a. Tulangan sengkang dipasang dengan rapat terutama pada bagian struktur yang mengalami kelelehan seperti hubungan balok-kolom untuk mencegah keruntuhan geser b. Pada analisa kekuatan geser pada balok atau kolom, kekuatan geser dari beton (Vc) diabaikan terutama pada balok yang mengalami gaya aksial kecil, sehingga hanya tulangan saja yang menahan gaya geser. c. Lokasi dan pendetailan splice untuk mencegah keruntuhan akibat splice Mekanisme keruntuhan pada struktur beton bertulang dapat terjadi melalui mekanisme lentur tarik, lentur tekan, geser, tarik diagonal, kegagalan angkur, kegagalan lekatan tulangan, kegagalan tekan dan lain-lain. Diantara berbagai mekanisme tersebut, mekanisme lentur tarik tarik yang merupakan mekanisme yang dapat yang dapat menghasilkan perilaku yang paling daktail. sedangkan 12 keruntuhan geser pada umunya bersifat getas. Mencegah terjadinya keruntuhan geser suatu elemen struktur pendisipasi energi biasanya dirancang dengan kekuatan geser yang lebih tinggi dari pada gaya geser maksimum yang mungkin timbul pada saat elemen struktur mengembangakan kapasitas lenturmya. Mekanisme sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dan di dasar kolom bawah, menghasilkan perilaku histeresis yang stabil, pembentukan sendi plastis haruslah di dominasi oleh perilaku lentur. Hal ini hanya dapat dicapai melalui penerpan persyaratan-persyaratan detailing penulangan yang terencana dengan baik. Beberapa persyaratan detailing SRPMK (SNI 2847:2013 Pasal 21.5) pada dasarnya diformulasikan dengan menerapkan konsep desain kapasitas. Sendi plastis dapat terjadi pada suatu struktur portal berderajat kebebasan banyak MDOF (Multi Degree of Freedom). Gedung saat dilanda gempa yang cukup besar, akan timbul momen-momen pada balok atau kolomnya, apabila besar dari momen-momen tersebut melampaui besar momen kapasitas balok atau kolom portal, maka terjadi sendi plastis pada balok atau kolom ditandai dengan melelehnya tulangan baja pada beton bertulang (Gambar 2.1). Sendi plastis terjadi secara bertahap sampai bangunan gedung tersebut runtuh. (Ulfah ,2011). Pada saat struktur mengalami gaya lateral gempa, distribusi kerusakan sepanjang ketinggian bangunan bergantung pada distribusi lateral story drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom yang lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai (a). Sebaliknya jika kolom sangat kuat, maka drift akan tersebar merata, dan keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan (c dan b). Sebagai contoh dapat dilihat pada perencanaan Strong-Column/Weak-Beam (Gambar 2.2). 13 Gambar 2.1 Kemungkinan pola terbentuknya sendi plastis ,Widodo (2007) dalam Ulfah (2011). Gambar 2.2 Desain SPRMK mencegah terjadinya mekanisme soft story (a) dengan membuat kolom kuat sehingga drfit tersebar merata sepanjang lantai (c) atau sebagian besar lantai (b) Untuk Balok : 2 ln ln pr1 pr2 u e M M W V    Gambar 2.3 Perencanaan geser untuk Balok SRPMK (a) Story mechanism (b) Intermediate mechanism (c) Beam mechanism 14 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Persyaratan Material Konstruksi 2.2.1.1. Spesifikasi Material Beton Beton merupakan percampuran dari bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainya, kemudian ditambah semen dan air. Nilai kuat tekan beton lebih tinggi daripada kuat tarikny, karena beton termasuk bahan bersifat getas maka dalam penggunaanya pada komponen struktural bangunan beton diperkuat dengan baja tulangan untuk membantu kelemahan beton yang lemah terhadap gaya tarik, demikian sehingga terjadi pembagian tugas, dimana baja tulangan yang menahan gaya tarik, sedangkan beton menahan gaya tekan. Salah satu parameter material beton yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.1.4.2, kuat tekan f’c untuk material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa sebaiknya tidak kurang dari 20 Mpa, selain itu, Pasal 21.1.4.3 lebih jauh membatasi penggunaan mutu beton tidak melebihi 35 MPa apabila digunakan beton ringan. Batasan ini didasarkan atas fakta bahawa tidak cukup banyak bukti eksperimental dan data langsung lapangan yang memperlihatkan perilaku elemen struktur beton yang dikonstruksi dengan menggunakan beton ringan, terutama dalam hal perpindahan akibat pembebanan siklik dalam rentang nonlinier. Berdasrkan data yang didapat dari Rencana kerja dan syarat-syarat, mutu beton yang digunakan pada elemen-elemen struktur bangunan pada proyek hotel 10 lantai yang berada di Semarang adalah sebagai berikut” a. Kolom : f’c = 30 MPa b. Balok, pelat dan sloof, pile cap : f’c = 25 MPa 15 2.2.1.2. Spesifikasi Material Tulangan Baja tulangan salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap perilaku plastifikasi yang dihasilkan pada elemen struktur tahan gempa adalah kondisi permukaan baja tulangan yang digunakan. Berdasarkan kondisi permukaanya, baja tulangan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu baja tulangan polos dan baja tulangan ulir. Penggunaan tulangan polos sebagai baja tulangan elemen struktur dapt memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja plasifikasi yang dihasilkan. Kuat lekatan baja tulangan polos pada beton, yang pada dasarnya hanya terdiri atas mekanisme adhesi dan friksi, diketahui hanyalah sekitar 10% kuat lekatan tulangan ulir. SNI 2847:2013 membatasi nilai kuat leleh disyaratkan untuk bahan baja tulangan sebesar 400 MPa. Penggunaan baja tulangan dengan spesifikasi mutu yang lebih tinggi pada dasarnya dilarang. Pembatasan ini disebabkan poleh penggunaan bahan baja tulangan yang mutunya tinggi dapat menyebabkan timbulnya geser dan tegangan lekatan yang tinggi antara baja tulangan dan beton, yang dapat menyebabkan kegagalan brittle pada saat elemen mengembangkan kemampuan lentur maksimumnya. hal ini dapat terjadi khususnya pada saat elemen struktur mengalami beban gempa yang sifatnya bolak-balik atau (siklik). Berdasarkan Pasal 21.1 SNI 2847:2013 untuk beton bertulang, untuk desain elemen struktur yang diharapkan memikul beban gempa, baja tulangan yang digunakan harus memenuhi ketentuan-ketentuan khusus baja tulangan dengan mutu maksimum 400 MPa (BJTD 40), sesuai ASTM A 706M-1993 (Tabel 2.1). Baja tulangan dengan spesifikasi ASTM A 615M-1993 mutu 280 dan 400 (Tabel 2.2) dapat digunakan apabila : a. Kuat leleh aktual berdasarkan uji laboratorium tidak melebihi kuat leleh spesifikasi dengan selisih kuat 125 MPa b. Rasio antara kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual tidak kuramg dari 1,25MPa. 16 Berdasarkan persyaratan ASTM A 706M, nilai kuat leleh aktual maksimum untuk baja tulangan ulir BJTD40 dibatasi 540 MPa. Kuat leleh aktual yang terlalu tinggi pada dasrnya sangat berbahaya bagi rancangan srtruktur bangunan tahan gempa. Spesifikasi produksi baja tulangan pada umumnya mencatumkan nilai batas atas kuat leleh yang diijinkan Tabel 2.1 Spesifikasi Baja Tulangan Paduan Rendah (ASTM A 706 M, 1993) Kuat tarik minimum, MPa 550A Kuat leleh minimum, MPa 400 Kuat leleh maksimum, MPa 540 Perpanjangan minimal dalam 200 mm, % Ukuran daiameter tulangan: a. 10,15 dan 20 14 b. 25,30 dan 35 12 c. 45 dan 55 10 A Kuat tarik tidak boleh kurang dari 1,25 kali kuat leleh aktual Nilai kuat lebih maksimum batang individu = 1,35 Tabel 2.2 Persyaratan Baja Tulangan Karbon (ASTM A 615, 1993) Spesifikasi Mutu 300 Mutu 400 Mutu 500 Kuat tarik minimum,MPa 500 600 700 Kuat leleh minimum,MPa 300 400 500 Perpanjangan minimal dalam 200 mm, % Ukuran daiameter tulangan: a. 10 11 9 ... b. 15, 20 12 9 ... c. 25 ... 8 ... d. 30 ... 7 ... e. 35,45,55 ... 7 6 17 Berdasarkan Pasal 7.7 dan Pasal 7.7.1 SNI 2847:2013 tentang tata cara perlindungan beton untuk tulangan Beton cor setempat (non-prategang), selimut yang disyaratkan untuk tulangan tidak boleh kurang dari berikut: a. Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah ............75 mm b. Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca : c. Batang tulangan D-19 hingga D-57 ....................................................... 50 mm Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil ............................................................................... 40 mm d. Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah: Slab, dinding, balok usuk: Batang tulangan D-44 dan D-57 ........................................................... 40 mm Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil ........................................... 20 mm Balok, kolom: Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral .......................................... 40 mm Komponen struktur cangkang, pelat lipat: Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar ......................................... 20 mm Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos dan lebih kecil....... 13 mm 2.2.2. Ketentuan Perencanaan Pembebanan Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG, 1983, hal 7), Perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Beban-beban tersebut antara lain adalah beban mati, beban hidup dan beban gempa. 2.2.2.1. Beban Mati beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. 18 Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi structural menahan beban. Sesuai PPIUG 1983, berat sendiri elemen-elemen tersebut diantaranya sebagai berikut: Tabel 2.3 Beban dari Berat Sendiri Bahan Bangunan Gedung No. Nama Material Berat Jenis Sat. 1 Baja 7850 kg/m3 2 Batu alam 2600 kg/m3 3 Batu belah, batu bulat, batu gunung (tumpuk) 1500 kg/m3 4 Batu karang 700 kg/m3 5 Batu pecah 1450 kg/m3 6 Besi tuang 7250 kg/m3 7 Beton 2200 kg/m3 8 Beton bertulang 2400 kg/m3 9 Kayu 1000 kg/m3 10 Kerikil, koral 1650 kg/m3 11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3 12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m3 13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3 14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3 15 Pasir 1600 kg/m3 16 Pasir jenuh air 1800 kg/m3 17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3 18 Tanah, lempung kering 1700 kg/m3 19 Tanah, lempung basah 2000 kg/m3 20 Timah hitam 11400 kg/m3 19 Tabel 2.4 Beban dari Berat Sendiri Komponen Bangunan Gedung No. Nama Material Berat Jenis Sat. 1 Adukan, per cm tebal 21 kg/m2 2 Aspal, termasuk bahan penambah 14 kg/m2 3 Dinding satu bata 450 kg/m2 4 Dinding setengah bata 250 kg/m2 5 Dinding batako berlubang Tebal 20 cm 200 kg/m2 Tebal 10 cm 120 kg/m2 6 Dinding batako tanpa lubang Tebal 15 cm 300 kg/m2 Tebal 10 cm 200 kg/m2 7 Langit-langit asbes termasuk rangka 11 kg/m2 8 Lantai kayu untuk bentang 5 m dan beban hidup 200 kg/m2 40 kg/m2 9 Rangka plafon kayu 7 kg/m2 10 Atap gentang dengan reng dan usuk 50 kg/m2 11 Atap sirap dengan reng dan usuk 40 kg/m2 12 Atap seng gelombang 10 kg/m2 13 Penutup lantai per cm tebal 24 kg/m2 Beban tersebut harus disesuikan dengan volume elemen struktur yang akan digunakan, karena analisis dilakukan dengan program etabs, maka berat sendiri akan dihitung secara langsung. 2.2.2.2. Beban Hidup Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban hidup masa layan lebih besar daripada 20 beban hidup pada masa konstruksi. Beban hidup yang direncakan adalah sebagai berikut: a) Beban Hidup pada Lantai Gedung sesuai Tabel 2.5 Sesuai PPIUG 1983, Beban Hidup pada Lantai dibagi atas : No. Nama Material Berat Jenis Sat 1 Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b. 200 kg/m2 2 Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel. 125 kg/m2 3 Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit. 250 kg/m2 4 Lantai ruang olah raga 400 kg/m2 5 Lantai ruang dansa 500 kg/m2 6 Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton 400 kg/m2 7 Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri. 500 kg/m2 8 Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300 kg/m2 9 Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g. 500 kg/m2 10 Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g. 250 kg/m2 11 Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum 400 kg/m2 12 Lantai gedung parkir bertingkat: - untuk lantai bawah 800 kg/m2 - untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2 13 Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan minimum 300 kg/m2 21 b) Beban Hidup pada Atap Gedung Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m2. 2.2.2.3. Beban Gempa Berdasarkan SNI 1726:2012, penghitungan pengaruh beban gempa pada struktur dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis, diantaranya yaitu: a. Analisis beban gempa statik ekuivalen b. Analisis ragam spektrum respons c. Analisis respons dinamik riwayat waktu. Struktur-struktur bangunan yang di evaluasi adalah struktur gedung beraturan yang terdiri atas 10 lantai menggunakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), karena sifat struktur gedung yang beraturan, maka penghitungan pengaruh gempa dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis beban gempa statik ekuivalen, dimana pengaruh dinamis gempa hanya ditentukan oleh respons sstruktur ragam pertama. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 1726:2012). Penentuan beban gempa terdiri dari : 1. Kategori Resiko Bangunan Gedung Berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai tabel 2.6 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.7. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori resiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operaional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai kategori resiko IV. 22 Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Beban Gempa Jenis pemanfaatan Kategori risiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain: 1. Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan 2. Fasilitas sementara 3. Gudang penyimpanan 4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya I Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: 1. Perumahan 2. Rumah toko dan rumah kantor 3. Pasar 4. Gedung perkantoran 5. Gedung apartemen/ rumah susun 6. Pusat perbelanjaan/ mall 7. Bangunan industri 8. Fasilitas manufaktur 9. Pabrik II Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: 1. Bioskop 2. Gedung pertemuan 3. Stadion 4. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat 5. Fasilitas penitipan anak 6. Penjara 7. Bangunan untuk orang jompo. Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: 1. Pusat pembangkit listrik biasa 2. Fasilitas penanganan air 3. Fasilitas penanganan limbah 4. Pusat telekomunikasi Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran III 23 Lanjutan Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Beban Gempa Jenis pemanfaatan Kategori risiko Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk: 1. Bangunan-bangunan monumental 2. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan 3. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat 4. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat 5. Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya 6. Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat 7. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat 8. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV IV Sumber : SNI 1726:2012 Tabel 1 Tabel 2.7 Faktor Keutamaan Gempa Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie I atau II 1,0 III 1,25 IV 1,50 Sumber : SNI 1726:2012 Tabel 2 2. Parameter Percepatan Tanah Ss dan S1 Parameter-parameter dasar pegerakan tanah dalam SNI 1726:2012 adalah Ss dan S1 adalah parameter percepatan batuan dasar pada periode pendek (0,2 detik) dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko tersesuaikan (MCER =Risk Target Maksimum Earthqueke) dengan kemungkinan 2% terlampui dalam 50 tahun. S1 adalah percepatan batuan dasar pada periode 1 detik dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum tertimbang Resiko- 24 tersesuaikan dengan kmungkinan 2% terlampui dalam 50 tahun. Penggunaan penting kedua parameter ini adalah dalam menentukan parameter percepatan spektra desain SDs dan SD1 (SNI 1726:2012 pasal 6.2). Percapatan batuan dasar MCER di lokasi pembangunan gedung pada periode pendek (0,2 detik) dan 1 detik seperti terlihat pada gambar 2.4 dan 2.5 atau berdasarkan peta pada (Gambar 9 & Gambar 10 dalam SNI 1726:2012 gempa). Gambar 2.4 Parameter Ss MCER untuk lokasi situs berdasarkan Gambar 9 SNI 1726:2012 Gambar 2.5 Parameter S1 MCER untuk lokasi situs berdasarkan Gambar 10 SNI 1726:2012 25 3. Klasifikasi Situs Analisis klasifikasi Situs menurut SNI 1726:2012 Pasal 5, seperti terlihat pada Tabel 2.8 (atau Tabel 3 SNI 1726:2012 Gempa), mengklasifikasikan situs tanah ke dalam 6 kelompok. Tabel 2.8 Klasifikasi Situs (Tabel 3 SNI 1726:2012) Kelas situs vs (m/detik) N atau N ch su (kPa) SA (batuan keras) >1500 N/A N/A SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak) 350 sampai 750 >50 >100 SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15sampai 50 50 sampai 100 SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50 Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40%, 3. Kuat geser niralir su < 25 kPa SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti 6.10.1) Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut: 1. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah 2. Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m) 3. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75 ) Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan su < 50 kPa 4. Parameter Respons Spektra Pereceatan SMS dan SM1 Kedua parameter dasar Ss dan S1 tidak dapat digunakan langsung untuk setiap situs tanah. Masih diperlukan faktor amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan 1 detik yang terdiri dari: 26 a. Faktor amplifikasi getaran untuk percepatan pada getaran periode pendek, Fa dan b. Faktor amplifikasi getaran untuk percepatan yang mewakilli getaran periode 1 detik , FV . Kedua faktor ini disebut sebagai faktor kelas situs. Produk dari kombinasi parameter dasar pergerakan tanah dan faktor amplifikasi adalah SMs dan SM1, yang masing–masing adalah parameter respons spektra percepatan untuk gempa ketimbang maksimum pada periode pendek (0,2 detik) dan periode 1 detik telah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs. Parameter-parameter ini ditentukan menurut persamaan berikut (SNI 1726:2012 Pasal 6.2) : SMs = Fa .Ss .........................................................................................................(2-1) SMs = FV .S1 ........................................................................................................(2-2) Keterangan Ss = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek. S1 = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode 1,0 detik. koefisian Fa dan FV mengikuti (Tabel 4 dan Tabel 5 SNI 1726:2012) atau Tabel 2.9 dan 2.10 seperti terlihat berikut. Tabel 2.9 Koefesien Situs, Fa (Tabel 4 SNI 1726:2012) Kelas Situs Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada periode pendek Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss > 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 SF SSb CATATAN (a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik, lihat 6.10.1 27 Tabel 2.10 Koefesien Situs, FV (Tabel 5 SNI 1726:2012) Kelas Situs Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada periode 1 detik S1 S1 < 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 > 0,5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF SSb CATATAN (a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier (b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik, lihat 6.10.1 5. Nilai Parameter Percepatan Spektral desain Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS pada periode 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui persamaan berikut : DS MS S S 3 2  .......................................................................................................(2-3) 1 3 2 DS M S  S .......................................................................................................(2-4) 6. Gamabar Respon Spektra Desain Desain seperti pada terlihat pada gambar 2.6 (Gambar 1 Sni 1726:2012). Spektrum ini mempunyai 3 segmen. untuk: a. Periode lebih kecil dai T0, Spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan :           o a DS T T S S 0,4 0,6 ...............................................................................(2-5) b. Periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,, sama dengan SDS. c. Periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdesarkan persamaan: T S S D a 1  ....................................................................................................(2-6) 28 Gambar 2.6 Spektrum Respons Desain Setelah itu katagori desain seismik (KDS) masing–masing bangunan akan dievaluasi berdasarkan Tabel 2.11 dan Tabel 2.12 atau (Tabel 6 dan 7 SNI 1726:2012). Tabel 2.11 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatam pada Periode Pendek (Tabel 6 SNI 1726 : 2012). Nilai SDS Kategori risiko I atau II atau III IV SDS < 0,167 A A 0,167 < SDS < 0,33 B C 0,33 < SDS < 0,50 C D 0,50 < SDS D D 29 Tabel 2.12 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 1 Detik (Tabel 7 SNI 1726 : 2012). Nilai SD1 Kategori risiko I atau II atau III IV SD1 < 0,067 A A 0,067 < SD1 < 0,133 B C 0,133 < SD1 < 0,20 C D 0,20 < SD1 D D Setelah Kategori desain seimik (KDS) ditentukan kemuadian ditentukan resiko kegempaannya menggunakan Tabel 2.13 Tabel 2.13 Tingkat Resiko Kegempaan 7. Hitungan Berat Struktur Per lantai Hitungan berat struktur per lantai harus meliputi berat akibat sendiri elemen-elemen struktur dan berat akibat beban hidup total yang membebani struktrur. Berdasarkan UBC (1997) dan ASCE & (2010), beban hidup yang harus ditinjau pada penghitungan pengaruh beban gempa adalah porsi beban hidup yang dianggap tetap. Porsi beban ini pada dasarnya sangat bergantung pada fungsi bangunan. Untuk bangunan gedung umum, porsi beban hidup yang bersifat tetap dapat diambil sebesar 30% beban hidup total. 30 8. Periode Natural (Waktu Getar Alami) Struktur Waktu getar alami struktur dapat dihitung dengan mengacu pada ketentuan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2 Gempa. Periode fundamental T (berdasarkan hasil analisis struktur) tidak boleh melebihi hasil kali Ta dengan koefesien untuk batas atas pada periode yang dihitung, Cw dapat dilhat pada tabel 2.14 atau (tabel 14 SNI 1726 :2012) gempa. dari Periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan persamaan berikut : x a t n T  C h ...................................................................................................... (2-7) Keterangan: n h adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefesien t c dan x ditentukan pada tabel 2.15 atau (Tabel 15 SNI 1726:2012). Tabel 2.14 Koefesien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung (Tabel 14 SNI 1726:2012). Parameter percepatan respon spectral desain Pada 1 detik, SD1 Koefesien Cu > 0,4 1,4 0,3 1,4 0,2 1,5 0,15 1,6 < 0,1 1,7 Tabel 2.15 Nilai Parameter Periode Ct dan x (Tabel 15 SNI 1726:2012). Tipe Struktur Ct x Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dan defleksi jika dikenai gempa. Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8 Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9 Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75 Semua system struktur lainnya 0,0488a 0,75 31 9. Hitungan Koefesien Respon Seismik Berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1.1, koefesien respons seismik dihitung berdasarkan persamaan : Untuk T < Ts          e DS s I R S C .................................................................................................... (2-8) Untuk T > Ts          e D s I R T S C 1 ................................................................................................. (2-9) Keterangan SDS = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode pendek SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode sebesar 1,0 detik. R = faktor modifikasi respons dalam tabel 9 SNI 1726:2012 Ie = faktor keutamaan gempa T =Periode undamental struktur (detik) S1 = parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan CS tidak boleh kurang dari : CS-min 1= 0,044 SDS . Ie > 0,01 10. Gaya geser dasar nominal (statik lateral ekuivalen) Gaya geser dasar seismik dapat dihitung menurut (Persamaan 27 SNI 1726:2012) gempa. Geser dasar seismik, V, dalam arah yang ditinjau menggunakan persamaan: V=Cs W ............................................................................................................(2-10) Keterangan: CS = koefesien respon seismik W = berat seismik efektif 32 11. Hitungan Gaya Lateral ekuivalen Beban gempa nominal statik ekuivalen yang bekerja pada saat massa lantai di tingkat “ i “ dengan menggunakan persamaan : v wiz w z F k i n i k i i i 1   ...............................................................................................(2-11) Keterangan Fi = beban gempa horizontal lantai Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai; Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral; n = nomor lantai tingkat paling atas v = gaya lateral desain total atau geser di dasa struktur, dinyatakan dalam (KN) k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut untuk struktur dengan T =0,5 detik atau kering k =1 untuk struktur dengan T=2,5 detik atau lebih, k = 2 untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2 2.2.2.4. Kombinasi Pembebanan Struktur bangunan harus memenuhi syarat kekuatan terhadap bermacam-macam kombinasi beban. Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga memenuhi ketentuan kuat perlu dan kuat rencana. Struktur bangunan gedung dan non gedung harus dirancang menggunakan kombinasi pembebanan berdasarkan Pasal 4.2.2 atau Pasal 4.2.3 SNI 1726:2012. Kombinasi pembebanan itu meliputi : a) Kombinasi beban terfaktor Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban–beban terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut : 33 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R) 3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5 W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R) 5. 1,2D + 1,0E + L 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E b) Kimbinasi beban layan Beban–beban di bawah ini harus ditinjau dengan kombinasi-kombinasi berikut untuk perencanaan struktur, komponen-elemen striktur dan elemen-elemen fondasi berdasarkan tegangan ijin: 1. D 2. D + L 3. D + (Lr atau R) 4. D + 0,75 L + 0,75(Lr atau R) 5. D + (0,6W + atau 0,7E) 6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75 L + 0,75(Lr atau R) 7. 0,6D + 0,6W 8. 0,6D + 0,7E Keterangan D = Pengaruh beban mati L = pengaruh Beban hidup W= Pengaruh beban angin E = Pengaruh beban gempa 2.2.3. Gaya Dalam Akibat Beban Kombinasi Penghitungan desain dan detailing penulangan balok untuk komponen-komponen struktur pada bangunan yang akan dievaluasi mempunyai bentuk tipikal dan struktur merupakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Balok mempunyai dimensi sebesar b dan tinggi penampang sebesar h. Kuat tekan sebesar 34 f’c MPa dan kuat leleh sebesar fy MPa. Sketsa dimensi balok dapat dilihat pada gambar 2.7 Gambar 2.7 Sketsa Dimensi Balok Menentukan tebal minimum balok dengan 2 tumpuan apabila lendutan tidak diperhitungkan digunakan Tabel 2.16 atau (Tabel 9.5a pada SNI 2847:2013 pasal 9.5.2.2) Tabel 2.16 Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung 35 Langkah penghitungan desain evaluasi komponen struktur Lentur SRPMK adalah sebagai berikut : 1. Menghitung beban statis persatuan panjang Beban yang bekerja pada balok dapat dianggap sebagai beban statis yang bekerja pada daerah seluas Tributary area I dan II. Balok dengan nilai ∝π’‡πŸ π“΅πŸ/π“΅πŸ sama dengan atau lebih besar dari 1,0 harus diproporsikan untuk menahan geser yang diakibatkan oleh beban terfaktor pada daerah tributary yang dibatasi oleh garis 45 derajat yang ditarik dari sudut-sudut panel dan garis garis pusat panel-panel bersebelahan yang sejajar dengan sisi panjangnya. Daerah tributari untuk geser pada balok interior dapat dilihat pada Gambar 2.8 atau (Gambar S13.6.8 SNI 2847:2013). Gambar 2.8 Daerah tributariy untuk geser pada balok interior Pembebanan yang dimasukkan dalam desain evaluasi komponen struktur Lentur SRPMK adalah : a. Beban hidup tidak terfaktor persatuan panjang (cara pendekatan): L = beban hidup x luas tributary area (KN/m) b. Beban Mati tidak terfaktor (persatuan panjang) Berat sendiri balok, b W = b x h x berat jenis beton (kN/m) Berat sendiri pelat, slab W = tebal pelat x berat jenis beton (kN/m2) Beban mati tambahan suferimosed; 1. Plesteran keramik, cov W = tebal keramik xberat jenis cov W (kN/m2) π“΅πŸ I II π“΅πŸ 36 2. Plafon, plafon W = berat jenis plafon (kN/m2) 3. Mechanical & Electrical, m W &e = Berat jenis M & E (kN/m2) Beban mati tambahan (+berat pelat) = cov W + slab W + plafon W + W m &e Beban mati total untuk persatuan panjang (cara pendekatan): 2 plafon b W ). W D       W W s ributary area slab m&e Lua cov (W 2. Menghitung Kombinasi beban terfaktor berdasarkan SNI 1726:2012 Seperti yang dibahas di sub bab sebelumnya, SNI 2847:2013 Pasal 9.2 terdapat 7 jenis kombinasi pembebanan yang harus diperhatikan dalam perencanaan elemen suatu struktur bangunan. Dua diantaranya dua diantaranya merupakan kombinasi khusus pembebanan akibat gempa. Dalam penerapanya, hanya kombinasi beban yang relevan saja yang perlu ditinjau. Kombinasi pembebanan Non-Gempa: 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R) 3. 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W) 4. 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau R) 5. 0,9 D + 1,0 W Kombinasi pembebanan Gempa (akibat komponen gempa vertikal): 6. 1,2 D + 1,0 E + L 7. 0,9 D + 1,0 E Sesuai Pasal 7.44 SNI 1726 :2012 dalam struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D,E atau F , elemen struktur kantilever horizontal harus didesain untuk gaya ke atas bersih minimum sebesar 0,2 kali beban mati sebagai tambahan untuk kombinasi beban yang sesuai dari Pasal 7.4. Jadi kombinasi pembebanan gempa akibat komponen gempa vertikal menjadi (Ev): 6. 1,2D + (0,2.SDS . D) + L 7. 0,9D + 0,2.SDS . D) 37 Keterangan: D = pengaruh beban mati L = pengaruh beban hidup W = pengaruh beban angin E = pengaruh beban gempa EV = pengaruh beban gempa vertikal SDS = parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek. 3. Cek apakah balok memenuhi definisi komponen sruktur lentur Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.1 mensyaratkan bahwa komponen struktur lentur SRPMK harus memenuhi hal-hal berikut : i. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur lentur dibatasi maksimum 0,1 Ag. f’c.............................................................................................(2-12) ii. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari 4 kali tinggi efektifnya de = d = h-(P-ΓΈsengkang-1/2 ΓΈ tul.utama) .........................................(2-13) Ln/d < 4.d.............................................................................................(2-14) iii. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3 b/h < 0,3............................................................................................ (2-15) iv. Lebar komponen tidak boleh : a) Kurang dari 250 mm b) Melebihi lebar komponen struktur pendukung (dikukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur) ditambah jarak ¾ tinggi komponen struktur lentur. Lebar balok, b < lebar kolom........................................................... (2-16) 38 4; 0,3 ln   h b d dan 250 mm      b  c  h 3 2 2 Gambar 2.9 Ketentuan dimensi penampang balok 4. Menghitung momen desain Penghitungan momen akibat pembebanan garvitasi dan komponen vertikal gaya gempa terutama dilakukan di penampang-penampang kritis elemen, yaitu ditengah bentang (momen positif) dan di muka-muka tumpuan (momen negatif). Penghitungan momen akibat beban grafitasi pada balok dapat dilakukan dengan menggunakan software analisis struktur (seperti SAP, ETABS, dan lain-lain) atau metode koefesien momen SNI 2847:2013, yaitu untuk struktur balok yang menumpu secara monolit kolom. Gambar 2.10 Koefesien momen dan geser SNI 2847:2013 0 1/11 -1/10 -1/11 1/16 -1/11 -1/11 1,0 1,15 1,0 1,0 1,0 Cm Cv koefesien momen untuk struktur dengan perletakan ujung bebas -1/24 1/14 -1/10 -1/11 1/16 -1/11 -1/11 1,0 1,15 1,0 1,0 1,0 Cm Cv koefesien momen untuk struktur dengan perletakan ujung menumpu pada balok tepi spandrel beam -1/16 1/14 -1/10 -1/11 1/16 -1/11 -1/11 1,0 1,15 1,0 1,0 1,0 Cm Cv koefesien momen untuk struktur dengan perletakan ujung monolit dengan kolom 39 Berdasarkan gambar 2.10, untuk bentang tengah : Momen negatif dimuka perletakkan interior kiri : Mu - interior – ki = 11 2 u n w  ..................................................................................... (2-17) Momen positif di tengah bentang : Mu + midspan = 16 2 u n w  ...................................................................................... (2-18) Momen negatif dimuka perletakkan interior kanan : Mu - interior – ka= 11 2 u n w  ..................................................................................... (2-19) Gambar 2.11 memperlihatkan diagram momen pada balok akibat pembebanan grafitasi yang diperoleh dari penghitungan koefesien momen diatas dan akibat beban gempa horizontal, yang dihitung dengan menggunakan software ETABS analisis struktur. Gambar 2.11 Kombinasi Lentur dan Persyaratan Minimum Kuat Lentur (a) balok bergerak ke kiri (b) momen akibat beban gravitasi (c) momen akibat beban lateral (beban gempa) (d) momen envelope tumpuan interior kiri tumpuan interior kanan tumpuan interior kiri tumpuan interior kanan tumpuan interior kanan tumpuan interior kiri kapasitas momen positif minimum pada join balok-kolom (SNI.5.2.2) 0,5 Mneg 0,25 Mneg 0,25 Mneg Mneg kapasitas momen positif minimum pada setiap penampang (SNI.5.2.2) (e) kebutuhan minimum kuat lentur 40 2.2.4. Lentur Pada Balok Persegi 2.2.4.1. Teori Dasar Hampir semua elemen struktur bangunan seperti balok,kolom, dan pelat mengalami aksi lentur akibat beban luar yang bekerja padanya. Elemen struktur yang mengalami lentur, berlaku hukum Bernoulli dimana distribusi regangan di sepanjang tinggi penampang dapat diasumsikan linier. 𝜎=𝑀𝑦𝐼..........................................................................................................(2-16) Dimana M = momen yang bekerja pada penampang y = jarak dari sumbu netral I = momen inersia penampang Jika tidak ada gaya yang bekerja pada penampang, maka pada penampang seperti pada Gambar 2.12 berlaku: M = C Jd atau M = T Jd.....................................................................................(2-17) Dan 𝐢−𝑇=0→𝐢=𝑇 ......................................................................................(2.18) Dimana C = gaya resultan tekan pada penampang T = gaya resultan tarik pada penampang jd = lengan momen Teori balok Οƒ = My/I diatas tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam desain balok beton bertulang karena: 1. Hubungan tegangan-regangan tekan beton pada dasarnya bersifat nonlinier, 2. Kuat tarik beton yang rendah, 3. Adanya tulangan baja pada penampang yang berfungsi untuk mentransfer gaya tarik pada saat terjadi retak pada penampang beton. 41 Asumsi dasar pada teori lentur penampang beton (berdasarkan SNI Beton): 1. Penampang tegak lurus sumbu terntur yang berupa bidang datar sebelum lentur akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 10.2.2). 2. Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan baja (pada level yang sama, regangan pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) ( Pasal 10.2.2). 3. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan menggunakan hubungan tegangan-regangan beton dan baja (Pasal 10.2.4). 4. Penghitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan (Pasal 10.2.5) 5. Beton diasumsikan runtuk pada saat regangan tekannya mencapai regangan batas tekan πœ€π‘=πœ€π‘π‘’=0,003 (Pasal 10.2.3). 6. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapezium atau parabola atau lainnya (Pasal 10.2.6). Gambar 2.12 Bentuk keruntuhan pada Balok Berdasarkan SNI Beton Pasal 10.2.3, regangan batas tekan pada beton dapat diambil sebesar 0,003. Asumsi (6) juga ditegaskan pada SNI Beton Pasal 10.2.6 yang memperbolehknan penggunaan berbagai bentuk hubungan tegangan-regangan beton selama prediksi kekuatan yang dihasilkan sesuai dengan hasil pengujian. Retak diagonalBalok runtuh dalam mekanismegeserBalok runtuh dalam mekanismelentur 42 2.2.4.2. Dasar Penghitungan Kuat Lentur Nominal Balok Perilaku tegangan-regangan beton bertulang memperlihatkan sifat nonlinier untuk tegangan ≥0,3𝑓𝑐′ . Distribusi tegangan tekan pada balok beton yang telah mencapai kuat nominalnya adalah seperti tergambar di bawah ini (Gambar 2.13). Gambar 2.16, d= tinggi efektif penampang yang diukur dari serat tekan terluar ke centroid tulangan. Kuat lentur nominal penampang diasumsikan tercapai pada saat hal ini tercapai, regangan tarik pada baja tulangan A, dapat mencapai nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari πœ€π‘¦; tergantung pada proporsi tulangan terhadap luas penampang beton. Terlihat pada Gambar 2.14, bentuk blok tegangan pada kondisi ultimit dapat dinyatakan melalui 3 konstanta, yaitu: π‘˜1 = rasio tegangan tekan rata-rata terhadap tegangan maksimum (rasio luas tegangan yang diarsir pada Gambar 2.13c terhadap luas segiempat 𝑐 π‘˜1 𝑓𝑐′), π‘˜2 = rasio jarak antara serat tekan ekstrim ke resultan gaya tekan terhadap tinggi daerah tekan, c, π‘˜3 = rasio tegangan maksimum 𝑓𝑐" pada zona tekan, terhadap kuat silinder beton, 𝑓𝑐′→π‘˜3=𝑓𝑐"𝑓𝑐′ . Gambar 2.13 Distribusi Regangan dan Tegangan Beton pada Kondisi Ultimit b?s?c = reg batashd(b)Distribusi reganganpada kondisi ultimitAsk3 fc'cT=As.fyC = k1k3 fc' bc(a)Penampang balokbertulangan tunggalk2c(untuk ?s >?y)(c)Kondisi tegangam aktualpada kondisi regangan ultimitsumbu netralsisi tekan 43 Gambar 2.14 Blok Tegangan Persegi Ekivalen Distribusi blok tegangan diatas, π‘˜1= 0,84 dan π‘˜2= 0,425. SNI Beton Pasal 10.2.7 mengizinkan penggunaan distribusi tegangan tekan persegi ekivalen untuk penghitungan kuat ultimit penampang Blok tegangan tekan persegi ekivalen tersebut didefinisikan sebagai berikut. (a) Tegangan tekan merata sebesar 𝛼1𝑓𝑐′ (dimana 𝛼1= 0,85) diasumsikan bekerja di sepanjang zona tekan ekivalen yang berjarak 𝛼=𝛽1𝑐 dari serat tekan terluar (ekstrem). (b) Jarak c ditentukan dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral, diukur tegak lurus terhadap sumbu netral tersebut. (c) Nilai 𝛽1diambil sebagai berikut, 1) Untuk 𝑓𝑐′≤28 MPa, 𝛽1=0,85; 2) Untuk 28< 𝑓𝑐′ ≤55 MPa, 𝛽1=0,85−0,05(𝑓𝑐′−30); 3) Untuk 𝑓𝑐′>55 MPa, 𝛽1=0,65. Digunakan dua parameter, yaitu d dan 𝛽1 untuk dapat menggambarkan blok tegangan tekan persegi ekivalen. Berdasarkan distribusi tegangan tersebut, kekuatan lentur dihitung sebagai berikut. C=0,85 𝑓𝑐′π‘Žπ‘..................................................................................................(2.19) T=𝐴𝑠𝑓𝑐′...........................................................................................................(2.20) (b)Distribusi reganganpada kondisi ultimit(a)Penampang balokbertulangan tunggal(c)Kondisi tegangam aktualpada kondisi regangan ultimitb?s?c = reg batashdAsk3 fc'cT=As.fyC = k1k3 fc' bck2c(untuk ?s >?y)sumbu netral0,85 fc'a=ß1.ca/2(d-a/2)TC(d)Blok tegangan tekanpersegi ekuivalensisi tekan 44 (tulangan diasumsikan sudah leleh sebelum beton mencapai regangan batas tekanannya) Syarat keseimbangan →C=T sehingga 𝒢=𝐴𝑠 𝑓𝑦0,85 𝑓𝑐′𝑏.......................................................................................................(2.21) sehingga, 𝑀𝑛=𝐴𝑠𝑓𝑦(𝑑−𝒢2)= 𝐴𝑠𝑓𝑦(𝑑−0,59𝐴𝑠𝑓𝑦𝑓𝑐′𝑏) ......................................................(2.22) 2.2.4.3. Analisis Versus Desain Ada 2 jenis penghitungan yang biasa dilakukan dalam evaluasi penampang beton bertulang yaitu; 1. Analisis Pada penghitungan analisis, resistance/tahanan atau kapasitas penampang ditentukan berdasarkan data penampang , kuat tekan beton, tegangan leleh baja, ukuran dan jumlah tulangan, serta lokasi tuangan. 2. Desain/Perencanaan Pada penghitungan desain, dilakuukan pemilihan penampang yang cocok (termasuk disisini permilihan dimensi, 𝑓𝑐′, 𝑓𝑦 tulangan, dan lain-lain) untuk menahan pengaruh beban terfaktor ( seperti Mu). Kuat Perlu dan Kuat Rencana Perencanaan terhadap lentur, harus selalau dipenuhi πœ™π‘€π‘›≥𝑀𝑒........................................................................................................(2.23) dengan πœ™π‘€π‘› = kuat lentur rencana 𝑀𝑒 = momen ultimit atau kuat lentur perlu 𝑀𝑛 = kuat lentur nominal πœ™ = faktor reduksi kuat lentur 45 2.2.4.4. Jenis-jenis Keruntuhan Lentur Tergantung pada sifat-sifat penampang balok, bentuk-bentuk keruntuhan lentur yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: 1. Keruntuhan tarik, bersifat Ductile (Penampang terkontrol tarik). Pada keruntuhan jenis ini, tulangan leleh sebelum beton hancur (yaitu mencapai regangan batas tekannya). Keruntuhan jenis ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan yang kecil. Balok yang mengalami keruntuhan ini disebut under-reindorced (Gambar 2.19b). 2. Keruntuhan tekan, bersifat Brittle (Getas) (Penampang terkontrol tekan). Di sini, beton hancur sebelum tulangan leleh. Keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan yang besar. Balok yang mengalami keruntuhan ini disebut “over-reinforced” 3. Keruntuhan seimbang (Balance), bersifat Brittle. Pada keruntuhan jenis ini, kondisi beton hancur dan tulangan leleh terjadi secara bersamaan. Balok seperti ini mempunyai tulangan yang balanced (seimbang) 2.2.4.5. Analisis Balok Persegi dengan Tulangan Tarik Saja Persamaan-persamaan 𝑴𝒏 : untuk Kondisi Tulangan Tarik Leleh Gambar 2.15, gaya tekan, C, pada beton: C=0,85 𝑓𝑐′π‘Žπ‘ Gaya tarik T pada baja tulangan: T=𝐴𝑠𝑓𝑠 Jika baja tulangan diasumsikan leleh, maka T=𝐴𝑠𝑓𝑦 Keseimbangan gaya horizontal pada penampang mensyaratkan: C=𝑇 0,85 𝑓𝑐′π‘Žπ‘=𝐴𝑠𝑓𝑠 𝒢=𝐴𝑠 𝑓𝑦0,85 𝑓𝑐′𝑏= πœ”π‘‘0,85 ⇒dengan, πœ” = πœŒπ‘“π‘¦π‘“π‘′ 𝜌=𝐴𝑠 /(𝑏𝑑) 46 𝑀𝑛 dapat dihitung sebagai berikut: a) 𝑀𝑛 =𝑇 𝑗𝑑 𝑀𝑛 =𝐴𝑠𝑓𝑦(𝑑−𝒢2)→ πœ™π‘€π‘›=πœ™[𝐴𝑠𝑓𝑦(𝑑−𝒢2)] b) 𝑀𝑛 =𝑇 𝑗𝑑 𝑀𝑛 =0,85 𝑓𝑐′π‘Žπ‘(𝑑−𝒢2)→ πœ™π‘€π‘›=πœ™[0,85 𝑓𝑐′π‘Žπ‘(𝑑−𝒢2)] Persamaan diatas dalam bentul lain dapat ditulis: πœ™π‘€π‘›=πœ™[𝑓𝑐′𝑏𝑑2πœ”(1−0,59πœ”)].....................................................................(2.24) Gambar 2.15 Distribusi Tegangan Persegi Ekivalen Pemeriksaan Apakah fs = fy Penurunan persamaan Mn yang disampingkan sebelumnya, diasumsikan bahwa tulangan tarik telah mengalami leleh (fs = fy) saat beton mencapai regangan tegang batas πœ€π‘π‘’. Asumsi ini harus dicheck kebenarannya. Pemeriksaan ini perlu dihitung tinggi tekanan (= c) pada kondisi balanced. Berdasarkan perbandingan segitiga sebangun (Gambar 2.16): 𝑐𝑏𝑑=πœ€π‘π‘’πœ€π‘π‘’+πœ€π‘¦=0,0030,003+ 𝑓𝑦200.000 𝑐𝑏𝑑=600600+ 𝑓𝑦........................................................................................................(2.25) Jika π‘Žπ‘= 𝛽1 𝐢𝑏, maka π‘Žπ‘π‘‘=𝛽1[600600+𝑓𝑦],(𝑓𝑦dalam MPa) ....................................................................(2.26) bhdAscfs(a)Penampang(untuk ?s >?y)(b)Distribusi tegangan aktualsumbu netral0,85 fc'a=ß1.ca/2jd=(d-a/2)fsC(c)Distribusi teganganpersegi ekuivalenM 47 Untuk memeriksa apakah 𝑓π‘₯=𝑓𝑦1 (π‘Žπ‘/d) harus dibandingkan dengan (a/d), sebagai berikut; a. Jika (π‘Žπ‘)≤(π‘Žπ‘π‘‘)  maka 𝑓𝑠=𝑓𝑦 b. Jika (π‘Žπ‘)>(π‘Žπ‘π‘‘)  maka 𝑓𝑠<𝑓𝑦 Jenis keruntuhan pada balok beton bertulang bergantung pada rasio tulangan yang dimiliki penampang. Rrasio tulangan di mana keruntuhan yang akan terjadi bersifat balanced (seimbang). Pada kondisi balanced: Gambar 2.16 Diagram Balok Regangan pada Kondisi Balanced π‘Žπ‘=𝐴π‘₯ 𝑓𝑦0,85 𝑓𝑐 1𝑏=πœŒπ‘0,85 𝑓𝑐1di mana πœŒπ‘= 𝐴π‘₯𝑏𝑑 Karena π‘Žπ‘=𝛽1𝑐𝑏, maka: 𝑐𝑏𝑑=πœŒπ‘π‘“π‘¦0,85 𝛽1𝑓𝑐1 Jika nilai ini disubstitusikan pada persamaan cb/d sebelumnya, maka: πœŒπ‘=0,85 𝛽1𝑓𝑐1𝑓𝑦[600600+𝑓𝑦]........................................................................................(2.27) Berdasarkan persamaan ini, dapat juga ditentukan apakah 𝑓π‘₯=𝑓𝑦: a. Jika 𝜌<πœŒπ‘  kondisi under-reinforced (𝑓𝑠=𝑓𝑦). b. Jika 𝜌>πœŒπ‘  kondisi over-reinforced(𝑓𝑠<𝑓𝑦). b?cu =0,003hd(b) Distribusi regangan pada kondisi balancedAs(a) Penampangsumbu netral?s = ?yCb = tinggi daerah tekan pada kondisi balancedcb 48 Menghindari terjadinya keruntuhan brittle (getas) pada elemen lentur, SNI Beton Lampiran B.10.3 membatasi rasio tulangan 𝜌≤0,75πœŒπ‘. Berdasarkan pengalaman lebih baik untuk membatasi rasio tulangan πœŒπ‘šπ‘Žπ‘₯ sebesar 0,4−0,5πœŒπ‘ dibatasi πœŒπ‘šπ‘Žπ‘₯ di antara 0,5−0,75πœŒπ‘ maka rasio a/d penampang juga dibatasi berkisar antara 0,5π‘Žπ‘/𝑑−0,75π‘Žπ‘/𝑑. 2.2.4.6. Analisis Balok Tulangan Tekan Pengaruh tulangan tekan pada beton bertulang dapat digambarkan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.17. pada balok tanpa tulangan tekan, semua gaya tekan yang terjadi akan ditahan oleh beton. Struktur balok menggunakan tulangan tekan , gaya tekan C ditahan baik oleh beton (= Cc) maupun tulangan tekan (=Cs). Karena sebagian gaya tekan ditahan oleh tulangan tekan, maka cc < c, sehingga a2 < a1 nilai lengan momen j2d tidak jauh beda dengan j1d. sehingga kapasitas momen nominal penampang dengan tulangan tekan pada kenyataannya tidaklah jauh berbeda dengan kapasitas momen nominal penampang tanpa tulangan tekan. Alasan-alasan digunakannya tulangan tekan: 1. Mengurangi defleksi, seperti defleksi akibat rangkak pada beton di daerah tekan, dan defleksi jangka panjang akibat beban tetap (sustained load). 2. Mengurangi tegangan tekan pada beton. 3. Meningkatkan daktilitas penampang. Pengurangan tinggi blok tekan akan meningkatkan regangan pada baja, sehingga penampang dapat mencapai kurvatur yang lebih besar 4. Mengubah jenis keruntuhan tekan menjadi keruntuhan titik. ρ > ρbal, penambahan As pada daerah tekan memungkinkan tulangan tarik leleh sebelum beton hancur. Rasio tulangan efektif dalam hal ini didefinisikan sebagai (ρ - ρ’). 5. Mempermudah pelaksanaan. Adanya tulangan sudut di keempat sisi balok, sengkang (stirrups) dapat mudah dipasang. 49 2.2.4.7. Analisis Balok Tulangan Tekan dan Tarik Balok dengan tulangan tekan dan tarik biasanya dianalisis dengan cara yang sama dengan cara yang digunakan untuk analisis balok “T”, dalam analisis, balok bertulangan rangkap (tarik dan tekan) dibagi menjadi: 1. Balok I, terdiri atas sekuruh tulangan tekan serta sejumlah tulangan tarik dengan luasan secukupnya sehingga Tl = Cs (tanpa beton). 2. Balok II, terdiri atas daerah tekan beton dan sisa tulangan tarik (As2 = As – As1). Berdasarkan Gambar 2.23, dapat dibuktikan: πœ€π‘ ′ =(𝑐−𝑑′𝑐)0,003 ......................................................................................(2.28) Jika fc’ = fy, Substitusi 𝑐=π‘Žπ›½1 pada persamaan di atas: Gambar 2.17 Efektifitas Tulangan tekan dalam Mengurangi Defleksi Jangka Panjang akibat Beban Tetap (Sustained Load) (Macgregor and Wight, 2006) πœ€π‘ ′ =(1−𝛽1𝑑′π‘Ž)0,003................................................................................(2.29) πœ€π‘¦=𝑓𝑦𝐸𝑠=𝑓𝑦200.000, maka nilai (𝑑′π‘Ž) batas di mana tulangan tekan akan leleh adalah: (𝑑′π‘Ž)π‘™π‘–π‘š=1𝛽1(1−𝑓𝑦600).........................................................................(2.30) Defleksi akibat beban hidupDefleksi elastik awalDistribusi di tengah bentang( cm ) 151050120 hari240 hari2 tahunwaktu 50 a. Jika nilai (d’/a) > (𝑑′π‘Ž)π‘™π‘–π‘š, maka tulangan tekan tidak leleh. b. Jika nilai (d’/a) ≤ (𝑑′π‘Ž)π‘™π‘–π‘š, maka tulangan tekan leleh. Jika tulangan tekan leleh, penghitungan analisis kapasitas momen penampang akan lebih mudah dibandingkan dengan jika tulangan tekan tidak leleh. Kondisi 1: Tulangan Tekan Leleh. 3. Balok I: Luas tulangan tarik yang dibutuhkan pada balok I dihitung berdasarkan kondisi keseimbangan Cs = Tl, sehingga: As’ fy = As1 fy, atau As1 = As’ Kapasitas momen balok I dapat dihitung sebagai berikut. Mn1 = As’ fy (d - d’) .............................................................................(2.31) 4. Balok II: 5. Luas tulangan sisa = As2 = As – As1 Jika tulangan tarik leleh maka: T2 = (As – As1) fy = (As – As’)fy Gaya tekan pada beton: Cc = 0,85 fc’ ab Berdasarkan keseimbangan gaya Cc = T2, maka π‘Ž=(𝐴𝑠−𝐴𝑠′ )𝑓𝑦0,85𝑓𝑐′𝑏 Kapasitas momen nominal untuk balok II adalah : Mn2 = 𝑇2(𝑑−π‘Ž2)=(𝐴𝑠−𝐴𝑠′ )𝑓𝑦(𝑑−π‘Ž2) ..................................................(2.32) Momen nominal total penampang beton bertulangan ganda: Mn = Mn1 + Mn2 Mn = As’ fy (d-d’) + (As – As’) fy (𝑑−π‘Ž2) ..................................................(2.33) Untuk membuktikan bahwa fs’ = fy, maka perlu diperiksa apakah 51 (𝑑′π‘Ž)≤ (𝑑′π‘Ž)π‘™π‘–π‘š Membuktikan apakah fs = fy persamaan berikut perlu dicek, yaitu: (π‘Žπ‘‘)≤(π‘Žπ‘π‘‘) Kondisi 2: Tulangan Tekan Tidak Leleh. Jika tulangan tarik diasumsikan leleh, gaya dalam pada balok: T = As fy Cc = 0,85 fc’ ab Cs = (Es Τ‘s’) As’ Di mana πœ€π‘ ′ =(1−𝛽1𝑑′π‘Ž)0,003 Persamaan keseimbangan gaya aksial pada penampang Cc + Cs = T Atau 0,85𝑓𝑐′π‘π‘Ž+ 𝐸𝑠𝐴𝑠′ (1−𝛽1𝑑′π‘Ž)0,003=𝐴𝑠𝑓𝑦 Persamaan ini menghasilkan persamaan kuadratik dalam a, yaitu: (0,85𝑓𝑐′𝑏)π‘Ž2+(0,003𝐸𝑠𝐴𝑠−𝐴𝑠𝑓𝑦)π‘Ž−(0,003𝐸𝑠𝐴𝑠′ 𝛽1𝑑′)=0 Persamaan nilai variabel a dapat ditentukan, sehingga kapasitas momen penampang dapat dihitung, yaitu: 𝑀𝑛=𝐢𝑐(𝑑−π‘Ž2)+𝐢𝑠(𝑑−𝑑′) .................................................................(2.34) Perlu dicatat bahwa persamaan kuadratis di atas hanya berlaku jika fs’ ≤ fy. Untuk membuktikan kebenaran asumsi fs = fy, perlu dicek: (π‘Žπ‘‘)≤(π‘Žπ‘π‘‘) Rasio Tulangan Tarik Maksimum untuk Balok dengan Tulangan Tekan SNI Beton memberikan batasan maksimum tulangan tarik: 1. fs’ = fy: πœŒπ‘šπ‘Žπ‘˜π‘ =0,75 (𝜌−𝜌′)𝑏.......................................................................(2.35) dengan (𝜌−𝜌")𝑏=0,85𝛽1𝑓𝑐′𝑓𝑦(600600+𝑓𝑦) 52 2. fs’ < fy: πœŒπ‘šπ‘Žπ‘˜π‘ =0,75(𝜌−𝜌′𝑓𝑠′𝑓𝑦)𝑏....................................................................(2.36) dengan (𝜌−𝜌′𝑓𝑠′𝑓𝑦)𝑏=0,85𝛽1𝑓𝑐′𝑓𝑦(600600+𝑓𝑦) SNI Beton memberikan batasan minimum tulangan tarik: 𝐴𝑠_π‘šπ‘–π‘›=√𝑓𝑐′4𝑓𝑦𝑏𝑀𝑑≥1,4𝑓𝑦𝑏𝑀𝑑 2.2.4.8. Persyaratan Detailing Komponen Struktur Lentur SRPMK 1. Persyaratan Gaya dan Geometri Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.1 mensyaratkan bahwa komponen struktur lentur SRPMK harus memenuhi hal-hal berikut : i. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur lentur dibatasi maksimum 0,1 Ag. f’c.............................................................................................(2-37) ii. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari 4 kali tinggi efektifnya de = d = h-(P-ΓΈsengkang-1/2 ΓΈ tul.utama) .........................................(2-38) Ln/d < 4.d.............................................................................................(2-39) iii. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang darim0,3 b/h < 0,3..............................................................................................(2-40) iv. Lebar komponen tidak boleh : a) Kurang dari 250 mm b) Melebihi lebar komponen struktur pendukung (dikukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur) ditambah jarak ¾ tinggi komponen struktur lentur. Lebar balok, b < lebar kolom........................................................(2-41) 53 𝑙𝑛 𝑑 ≥ 4; 𝑏 β„Ž ≥ 0,3 dan 250 mm < b ≤ 𝑐 + 2 ( 3 4 β„Ž) Gambar 2.18 Ketentuan Dimensi Penampang Balok 2. Persyaratan Tulangaan Lentur Ada beberapapersyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan pada perencanaan komponen lentur SRPMK, diantaranya adalah: a. Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari luas tulangan minimal yang di persyaratkan, yaitu (0,25bwd√fc)/fy atau(1,4bwd√fc)/fy(dengan bw dan d masing-masing adalah lebar dan tinggi efektif penampang komponen lentur). Rasio tulangan lentur maksimum juga dibatasi 0,025. Selain itu, pada penampang terpasang secara menerus minimum dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah. b. Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau sama dengan setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif dan positif pada setiap penampang di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperempat kuat lentur terbesar pada bentang tersebut (Perhatikan sketsa pada Gambar 2.19). Gambar 2.19 Persyaratan Tulangan Lentur d b h ln= 54 c. sengkang di sepanjang sambungan tersebut (Gambar 2.20). Pemasangan tulangan spiral atau sengkang tertutup ini penting untuk mengekang beton di daerah sambungan dan mengatisipasi terkelupasnya selimut beton pada saat penampang mengalami deforasi inelastik yang signifikan. d. Sambungan lewatan tidak boleh di gunakan pada: a) Daerah hubungan balok-kolom, b) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom c) Lokasi-lokasi yang berdasarkan hasil analisis, memperlihatkan kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis struktur portal bangunan. Sambungan lewatan untuk penyambungan tulangan lentur harus diberi tulangan spiral atau sengkang tertutup disepanjang sambungan tersebut (gambar 2.21). pemasangan tulangan spiral atau sengkang tertutup ini penting untuk mengekang beton di daerah sambungan dan mengantisipasi terkelupasnya selimut beton pada saat penampang mengalami deformasi inelastik yang signifikan. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada : a) Daerah hubungan balok-kolom b) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom, dan c) Lokasi-lokasi yang berdasarkan hasil analisis, memperlihatkan kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis struktur portal bangunan. Batasan-batasan ini perlu diperhatikan, dalam perencanaan komponen struktur SRPMK, karena sambungan lewatan tidak dapat diandalkan bila menerima beban siklik yang dapat memaksa penampang berdeformasi dalam rentang inlastiknya. Persyaratan sambungan lewatan dapat dilihat pada Gambar 2.20. 55 Gambar 2.20 Persyaratan Sambungan Lewatan 2.2.5. Geser Pada Balok Persegi 1. Hitungan Prbable Moment Capacities (Mpr) 1 SNI 2847:2013 Pasal 21.5.4.1 mngisyaratkan bahwa : Geser rencana akibat gempa pada balok dihitung dengan mengasumsikan sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dengan tegangan lentur balok mencapai 1,25 fy dan faktor reduksi kuat lentur ΓΈ = 1. a. Kapasitas momen ujung-ujung balok bila struktur bergoyang ke kanan. Kondisi 1 (Gambar 2.21): Apr-1 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦0,85𝑓′𝑐 π‘π‘Žπ‘‘π‘‘ <π‘Žπ‘‘π‘π‘™π‘‘π‘‘=0,375 𝛽...........................................................(2-42) Mpr-1= 1,25 Agfy(π‘‘π‘Žπ‘π‘Ÿ−12)........................................................................(2-43) Searah jarum jam di muka kolom interior kanan Kondisi 3 (Gambar 2.21): Apr-3 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦0,85𝑓′𝑐 π‘π‘Žπ‘‘π‘‘ <π‘Žπ‘‘π‘π‘™π‘‘π‘‘=0,375 𝛽...........................................................(2-44) Mpr-3= 1,25 Agfy(π‘‘π‘Žπ‘π‘Ÿ−12)........................................................................(2-45) Searah jarum jam di muka kolom interior kiri 56 Gambar 2.21 Sketsa Kuat Lentur Mungkin Maksimum (Mpr-1 dan Mpr-3) Balok Akibat Goyangan ke Kanan b. Karena detailing penampang kedua ujung balok adalah identik, kapasitas momen probabel ujung-ujung balok ketika struktur bergoyang ke kiri akan sama dengan pada saat struktur bergoyang ke kanan, hanya arahnya saja yang berbeda Kondisi 2 (Gambar 2.20): Apr-2 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦0,85𝑓′𝑐 π‘π‘Žπ‘‘π‘‘ <π‘Žπ‘‘π‘π‘™π‘‘π‘‘=0,375 𝛽...........................................................(2-46) Mpr-2= 1,25 Agfy(π‘‘π‘Žπ‘π‘Ÿ−12).............................................................,,,,,......(2-47) Berlawanan jarum jam di muka kolom interior kiri Kondisi 4 (Gambar 2.20): Apr-4 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦0,85𝑓′𝑐 π‘π‘Žπ‘‘π‘‘ <π‘Žπ‘‘π‘π‘™π‘‘π‘‘=0,375 𝛽...........................................................(2-48) Mpr-4= 1,25 Agfy(π‘‘π‘Žπ‘π‘Ÿ−12)........................................................................(2-49) Berlawanan jarum jam di muka kolom interior kanan Menentukan momen ultimate dan konfigurasi baja tulangan perlu untuk menahan momen yang bekerja, momen nominal penampang, dan juga probable moment capacities (kuat lentur mungkin maksimum) untuk setiap penampang kritis balok. 57 2. Diagaram gaya geser Reaksi geser di ujung kanan dan kiri balok akibat gaya gravitasi yang bekerja pada struktur. Misal, kombinasi Wu =1,2 D+1,0 L adalah kombinasi beban yang menerima geser yang paling besar. Vg =𝒲𝑒𝑙𝑛2........................................................................................................(2-50) Kombinasi geser akibat gravitasi gempa dapat dilihat pada Gambar 2.22. Gambar 2.22 Kombinasi Geser Akibat Gravitasi dan Gempa a) Struktur bergoyang ke kanan Vsway-ka =π‘€π‘π‘Ÿ−1+π‘€π‘π‘Ÿ−3𝑙𝑛.................................................................................(2-51) Total reaksi geser di ujung kiri balok : Vg – Vsway-ka................................................................................................(2-52) Total reaksi geser di ujung kanan balok : Vg +Vsway-ka.................................................................................................(2-53) Penghitungan total reaksi geser baik di ujung kiri atau kanan balok, Jika hasilnya (–) berarti arah geser ke bawah. Jika hasilnya (+) berarti arah geser ke atas. (a) balok bergerak ke kiriVuVuMpr2Mpr1Vsway(b) gaya geser akibat beban gravitasi(c) gaya geser akibat gempa(diturunkan dari Mpr)(d) diagram geser akibat beban gravitasidan komponen vertikal gempaVuWu ln=2Gaya geser akibat goyanganke kiri(e) Gaya geser akibat beban lateral(f) design shear force envelopeVeVe 58 b) Struktur bergoyang ke kiri Vsway-ka =π‘€π‘π‘Ÿ−2+π‘€π‘π‘Ÿ−4𝑙𝑛.................................................................................(2-54) Total reaksi geser di ujung kiri balok : Vg +Vsway-ka.................................................................................................(2-55) Total reaksi geser di ujung kanan balok : Vg -Vsway-ka..................................................................................................(2-56) Penghitungan total reaksi geser baik di ujung kiri atau kanan balok, Jika hasilnya (–) berarti arah geser ke bawah Jika hasilnya (+) berarti arah geser ke atas 3. Sengkang untuk gaya geser SNI 2847:2013 Pasal 21.5.4.2 : kontribusi beton dalam menahan geser, yaitu Vc harus diambil = 0 pada perencanaan geser di daerah sendi plastis apabila : Gambar 2.23 Beban, Momen Ujung dan Daiagram Gaya Geser Balok a. Gaya geser Vsway akibat sendi plastis di ujung-ujung balok melebihi ½ (atau lebih) kuat geser perlu maksimum , Vu di sepanjang bentang, b. Gaya tekan aksial terfaktor, termasuk akibat pembebanan gempa, kurang dari Agf’c / 20. Jika salah satu dari kedua hal di atas tidak dipenuhi, maka penghitungan Vc mengikuti aturan desain non-grmpa. Reaksi di ujung-ujung balok akibat pembebanan gravitasi arahnya contragravity, untuk arah manapun goyangan gempa. 123456750100200123456750100200Goyangan ke kananGoyangan ke kiri 59 Kondisi Vsway > ½ Vu baik di muka kolom interior kiri pada saat struktur bergoyang ke kiri maupun di muka kolom interior kanan pada saat struktur bergoysng ke kanan dan jika gaya aksial tekan terfaktor akibat gempa dan gravitasi > Ag f’c/20, maka perencanaan tulangan geser dilakukan dengan tidak ikut memperhitungkan kontribusi beton Vc, disepanjang zona sendi plastis di masing-masing muka kolom. a. Muka kolom interior kiri tentukan gaya geser maksimum, Vu Vc =16√𝑓′𝑐𝑏𝑀𝑑...........................................................................................(2-57) Dengan demikian, Vs = 𝑉𝑒∅ - Vc.................................................................................................(2-58) Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 11.4.7.9, Maksimum Vs =Vs-max = 2√𝑓′𝑐3 𝑏𝑀𝑑............................................................(2-59) spasi tulangan diatur melalui persamaan 𝐴𝑣𝑠=𝑉𝑠𝑓𝑦𝑑.....................................................................................................(2-60) Coba ΓΈ tulangan sengkang yang akan digunakan, kemudian hitung spasi dengan persamaaan: s = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑𝑉𝑠....................................................................................................(2-61) Vs = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑𝑆..................................................................................................(2-62) b. Muka kolom interior kanan tentukan gaya geser maksimum, Vu Vc =16√𝑓′𝑐𝑏𝑀𝑑...........................................................................................(2-57) Dengan demikian, Vs = 𝑉𝑒∅ - Vc.................................................................................................(2-58) Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 11.4.7.9, Maksimum Vs =Vs-max = 2√𝑓′𝑐3 𝑏𝑀𝑑............................................................(2-59) 60 spasi tulangan diatur melalui persamaan 𝐴𝑣𝑠=𝑉𝑠𝑓𝑦𝑑.....................................................................................................(2-60) s = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑𝑉𝑠....................................................................................................(2-61) Vs = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑𝑆..................................................................................................(2-62) c. Ujung zona plastis Gaya geser maks, Vu di ujung zona sendi plastis yaitu 2h dari muka kolom. Vu –(2h x Wu ) ..........................................................................................(2-63) di Zona ini, kontribusi Vc dapat diperhitungkan, yaitu : Vc = √𝑓′𝑐6 𝑏𝑀𝑑............................................................................................(2-57) Maka: Vs =𝑉𝑒−2β„Ž−π‘Šπ‘’ 0,75............................................................................................(2-64) Coba ΓΈ tulangan sengkang yang akan digunakan, kemudian hitung spasi dengan persamaaan: s = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑𝑉𝑠...................................................................................................(2-61) Vs = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑𝑆..................................................................................................(2-62) Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.3.1 : diperlukan Hoops (sengkang tertutup) di sepanjang jarak 2h dari sisi (muka) kolom terdekat. SNI 2847:2013 Pasal 21.3.3.2: Hoop pertama dipasang pada jarak 50 mm dari muka kolom terdekat, dan berikutnya dipasang dengan spasi terkecil di antara: 1. d/4 2. 6 x ΓΈ tulangan longitudinal terkecil 3. 150 mm, Tapi tidak perlu kurang dari 100 m. Selain itu, pada SNI 2847:2013 Pasal 21.5.3.4 : spasi maksimum tulangan geser disepanjang balok SRPMK adalah d/2 Smax = 𝑑2..........................................................................................................(2-65) 61 Gambar 2.24 Persyaratan Tulangan Transversal Tulangan sengkang tertutup dapat dipasang sebagai tulangan tunggal atau bertumpuk. Pada Gambar 2.25 diperlihatkan beberapa contoh penggunaan sengkang tertutup yang dipasang bertumpuk, dengan memanfaatkan tulangan pengikat silang (crosstie). Tulangan sengkang tertutup dan pengikat silang (crosstie) harus diberi kait gempa ujung-ujungnya (Gambar 2.26). pengikat silang didefinisikan sebagai kait gempa dan kait 90ΒΊ, sedangkan kait gempa didefinisikan sebagai kait pada sengkang yang mempunyai bengkokan tidak kurang dari 135ΒΊ (untuk sengkang cincin dapat diambil ≥90ΒΊ + perpanjangan 6d (Gambar 2.26). Gambar 2.25 Contoh Sengkang Tertutup yang Dipasang Bertumpuk Gambar 2.26 Persyaratan untuk Sengkang Tertutup (Closed Hoop) dan Pengkikat Silang (Crosstie). BAB 3 PEMBAHASAN BANGUNAN TAHAN GEMPA Teknik sipil Mas Aryady 1 comment Apa itu bangunan tahan gempa? Mengapa bangunan harus tahan gempa? Apa saja prinsip-prinsip dasar bangunan tahan gempa? Ada sedikit kesalahan pada gambaran awam kita, karena banyak anggapan bahwa bangunan itu harus 'anti' gampa, bukan 'tahan' gempa. Lalu apa bedanya? Bangunan yang didirikan diatas tanah tentulah terkena oleh getaran tanah itu sendiri. Ini artinya bangunan sudah pasti terkena getaran, entah itu gempa bumi atau getaran lainnya. Maka dari itu, bangunan bukan 'anti' gempa, tetapi seharusnya 'tahan' gempa. bangunan tahan gempa Konsep bangunan tahan gempa Pengertian Bangunan Bangunan adalah wujud fisik berupa struktur yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari mulai pondasi, dinding sampai atap secara permanen dan dibuat pada satu tempat. Bangunan juga bisa disebut gedung, yaitu segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayan manusia dalam membangun peradaban. Maksud dan Tujuan Pembuatan Bangunan Tujuan dibuatnya bangunan adalah untuk mengetahui secara jelas bagaimana cara merencanakan, melaksanakan pembuatan bangunan agar bangunan itu kuat, tahan lama, sehat dan nyaman ketika digunakan. Pengertian Gempa Gempa adalah suatu getaran yang ditimbulkan oleh pergerakan lempeng bumi ataupun gunung yang pergerakannya tidak teratur dan menimbulkan kerusakan. - Gempa Bumi, adalah pergerakan lapisan batu bumi yang berasar dari dasar atau bawah permukaan bumi. - Gempa Bumi Vulkanik (Gunung Api), adalah suatu getaran bumi yang terjadi akibat adanya aktivitas magma gunung api, yang terjadi biasanya sebelum gunung api tersebut meletus. - Gempa Bumi Tektonik, adalah getaran yang disebabkan karena adanya aktivitas pergeseran lempeng bumi secara mendadak dan mempunyai kekuatan dari yang kecil sampai yang sangat besar. - Gempa Bumi Runtuhan, adalah getaran bumi yang disebabkan adanya runtuhan bumi atau longsor tanah, biasanya terjadi pada daerah tanah kapur atau daerah pertambangan. - Gempa Bumi Buatan, adalah getaran bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, misalnya peledakan dinamit, nuklir atau bahan peledak lainnya yang dapat menyebabkan getaran pada muka bumi. Karakteristik Goncangan Gempa Pada lokasi bangunan, gempa bumi akan menyebabkan tanah dibawah bangunan dan sekitarnya tergoncang dan bergerak secara tak beraturan. Percepatan tanah terjadi secara tiga dimensi membentuk kombinasi frekwensi getaran dari 0,5 Hertz sampai 50 Hertz. Jika bangunan kaku (fixed) terhadap tanah (tidak dapat bergeser) gaya inersia yang menahan percepatan tanah akan bekerja pada tiap-tiap elemen struktur dari bangunan selama gempa terjadi. Besarnya gaya-gaya inersia ini tergantung dari berat bangunan. Semakin ringan berarti semakin kecil gaya inersia yang bekerja pada struktur tersebut. Prinsip Dasar Bangunan Tahan Gempa Prinsip dasar dari bangunan tahan gempa adalah bangunan yang bertahan dari keruntuhan yang diakibatkan getaran bumi (gempa), serta memiliki fleksibilitas untuk dapat meredam getaran. - Dirancang dan diperhitungkan - Kombinasi beban dan alaisis struktur - Penggunaan material yang ringan - Penempatan massa struktur yang terpisah namun saling berinteraksi 1. Prinsip Dasar Kekakuan Struktur Prinsip kekakuan struktur dimaksudkan untuk menjadikan struktur utama sebuah bangunan lebih solid terhadap goncangan. Sebagai contoh, penulangan pada struktur beton bangunan dapat meredam getaran dengan baik. Kekakuan struktur beton dapat menghindarkan kemungkinan bangunan akan runtuh sata gempa terjadi. 2. Prinsip Fleksibilitas Selain pergerakan dari bumi, bangunan itu sendiri sebenarnya menopang gerakan-gerakan pada struktur itu sendiri dalam skala kecil. Dengan menggunakan prinsip hubungan roll pada tumpuan beban. Hubungan roll pada bangunan ialah suatu hubungan pembebanan pada bangunan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk meredam getaran. Bagaimana Bangunan Yang Tahan Gempa? Yang dimaksud bangunan tahan gempa adalah bangunan yang apabila : 1. Digoyang gempa ringan, tidak mengalami kerusakan apa-apa 2. Digoyang gempa sedang, hanya mengalami kerusakan non struktur 3. Digoyang gempa besar, mengalami kerusakan struktural tapi tetap berdiri dan tidak roboh. Elemen-elemen Penting Struktur Bangunan Tahan Gempa 1. Pondasi Pondasi merupakan struktur bagian bawah bangunan yang berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur diatasnya ke tanah. Untuk itu sebaiknya pondasi diletakan pada tanah yang keras. Setiap pondasi bangunan perlu direncanakan berdasarkan jenis, kekuatan dan daya dukung tanah tempat berdirinya. Bagi tanah yang stabil dan memiliki daya dukung baik, maka pondasinya juga akan membutuhkan konstruksi yang sederhana. Namun jika tanahnya labil dengan daya dukung yang buruk, maka struktur pondasi yang digunakan akan lebih kompleks. Getaran yang diakibatkan oleh pergerakan bumi sebisa mungkin diredam dahulu oleh pondasi, karena struktur inilah yang berhubungan langsung dengan tanah. Selain itu, pondasi juga harus mampu menahan beban, diantaranya: - Beban Horizontal atau beban geser - Beban hidup, seperti berat sendiri bangunan, beban orang, beban air - Gaya geser bumi atau gempa - Gaya angkat air - Momen dan torsi pondasi batu kali Pondasi menerus batu kali pondasi cakar ayam Pondasi cakar ayam 2. Beton Bertulang Beton bertulang disini terdiri atas struktur sloof beton, tiang/kolom beton dan ring balk beton. Beton yang digunakan untuk struktur beton bertulang adalah dengan menggunakan perbandingan 1 Semen : 2 Pasir : 3 Kerikil (1 Pc : 2 Ps : 3 Kr). Air yang digunakan adalah 1/2 dari berat Semen (FAS 0,5), dan mutu yang dapat dicapai dari perbandingan tersebut adalah 150 kg/m2. Penggunaan alat bantu seperti molen atau vibrator sangat disarankan untuk menghasilkan beton dengan kualitas tinggi. mutu beton Mutu beton 3. Ikatan Tulangan Beton Tulangan beton memegang peranan penting dalam konsep bangunan tahan gempa. Pengerjaan dan kualitas dari penulangan beton harus sangat diperhatikan. Di masyarakat umum, tukang kebanyakan mengganggap sepele titik pekerjaan ini dan kurang mengindahkan nilai-nilai kekuatan ikatan tulangan. Ikatan tulangna beton ini terdiri dari : - Sloof beton, - Kolom beton, - Ring balk beton tulangan beton Ikatan pada tulangan beton detail sambungan tahan gempa Detail sambungan tulangan tahan gempa detail sambungan tahan gempa Detail sambungan tulangan tahan gempa 4. Rangka Atap Bahan yang ringan untuk struktur atap biasanya digunakan seperti kayu dengan metode sambungan ikatan sederhana. Untuk memperkuat hubungan antara batang dan menjaga stabilitasnya, maka hubungan antara batang membentuk segitiga. Hubungan antara kuda-kuda yang satu dengan yang lainnya menggunakan batang pengaku. bangunan tahan gempa Karakteristik konstruksi bangunan tahan gempa antara lain : 1. Denah yang sederhana dan simetris Penelitian pada kerusakan yang diakibatkan oleh gempa menunjukan pentingnya membuat bangunan yang sederhana dan elemen-elemen struktur penahan gaya horizontal yang simetris. Struktur seperti ini dapat menahan gaya gempa lebih baik karena kurangnya efek torsi dan kekuatannya lebih merata. 2. Bahan bangunan yang seringan mungkin Seringkali, pada pelaksanaan pembangunan tertentu menggunakan bahan bangunan yang berat. Tapi jika mungkin, sebaiknya memakai bahan bangunnan yang ringan. Hal ini dikarenakan bersarnya beban inersia gempa adalah sebanding dengan berat bahan bangunan. Sebagai contoh, penutup atap genteng diatas rangka kuda-kuda kayu menghasilkan beban horizontal sebesar 3x beban gempa yang dihasilkan oleh penutup atap seng. Sama halnya dengan pasangan dinding bata menghasilkan beban sebesar 15x beban gempa yang dihasilkan oleh dinding kayu. 3. Sistem penahan beban yang baik Agar suatu bangunand apat menahan gempa, gaya inersia gempa harus dapat disalurkan dari tiap-tiap elemen struktur kepada struktur utama gaya horizontal yang kemudian memindahkan gaya-gaya ini ke pondasi dan tanah. BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil penulis dari data – data dan analisa perencanaan struktur yang telah dibahas pada bab – bab sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Suatu struktur bangunan yang kokoh dan kuat tapi juga efisien memerlukan suatu perencanaan struktur yang baik dengan menggunakan peraturan – peraturan perencanaan secara tepat dan benar. 2. Pemodelan dan pembebanan sangat berpengaruh terhadap benar atau tidaknya hasil perhitungan yang akan diperoleh. Kesalahan pada kedua hal tersebut mengakibatkan kesalahan pada dimensi akhir walaupun perhitungan yang telah dilakukan sudah benar. 3. Dalam perencanaan balok diperoleh harga momen, gaya lintang dan gaya torsi tiap – tiap lantai yang bervariasi. Dari harga yang berbeda – beda tersebut diambil harga – harga yang maksimum dan dikelompokkan untuk setiap lantainya dengan tujuan untuk memudahkan perhitungan. 4. Dalam perencanaan struktur bawah ( pondasi ) digunakan data tanah dari hasil tes sondir sebagai acuan dalam analisa struktur struktur pondasinya agar diperoleh perencanaan yang kuat, aman dan efisien. Selain itu dalam pemilihan tipe pondasi kita perlu memperhatikan faktor lingkungan disekitar lokasi bangunan serta daya dukung tanahnya. 5. Perencanaan struktur bangunan tidak hanya meliputi aspek analisa strukturnya saja, melainkan juga aspek biayanya ( RAB ) dan waktu pelaksanaannya, sehingga seorang perencana struktur diharapkan juga mampu membuat RAB, Hal VII - 2 time schedule, dan kurva S yang baik, dengan meminimalkan biaya dan waktu pelaksanaan serta mutu yang optimal. 6.2. SARAN Penulis juga bermaksud memberikan saran yang berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan RSU kepada perencana struktur bangunan gedung khususnya rekan – rekan mahasiswa teknik sipil : 1. Sebelum merencanakan suatu struktur bangunan gedung hendaknnya didahului dengan studi kelayakan agar pada perhitungan struktur nantinya dapat diperoleh hasil perencanaan yang memuaskan baik dari segi mutu, biaya, maupun waktu. 2. Diperlukan suatu koordinasi yang baik antara arsitek dan insinyur sipil dalam merencanakan suatu bangunan gedung agar hasil desain arsitek tidak menyulitkan insinyur sipil dalam aspek strukturnya. Hal ini disebabkan perencanaan suatu struktur banguna gedung tidak hanya memandang aspek strukturnya saja, tetapi juga aspek arsitekturalnya. Dengan adanya komunikasi yang baik anmtara keduanya, diharapkan akan dihasilkan suatu struktur bangunan gedung yang memenuhi syarat – syarat keamanan struktur dan juga memiliki keindahan struktural. 3. Seorang perencana struktur hendaklah selalu mangikuti perkembangan peraturan dan pedoman – pedoman standar dalam perencanaan struktur, sehingga bangunan yang dihasilkan nantinya selalu memenuh persyaratan yang terbaru yang ada ( up to date ) seperti dalam hal peraturan perencanaan struktur tahan gempa, standar perencanaan struktur beton, dan sebagainya. 4. Pemilihan metode pelaksanaan maupun penggunaan bahan dan peralatan berpedoman pada faktor kemudahan dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, pengalaman tenaga kerja serta segi ekonomisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar