Gunadarma

ug

Sabtu, 30 September 2017

STRUKTUR GEDUNG PADA KETAHANAN GEMPA BUMI

Latar Belakang Masalah Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutanpada kerak bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor yang utama adalah benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Lokasi gesekan ini terjadi disebut fault zone. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dan gerakan. Setiap tahun kerak luar bumi bergetar sekitar satu juta kali. Getaran-getaran tersebut dapat diukur dengan peralatan seismograf. Sekitar 20 getaran diantaranya merupakan gempa bumi kuat dan 2 getaran merupakan gempa bumi ynag sangat kuat. Gempa bumi merambat melalui getaran keseluruh permukaan Bumi, akan tetapi menjadi berbahaya disekitar pusat gempa. Daerah yang paling rawan adalah yang mengalami pergeseran lempeng tektonik. Gempa bumi merupakan bencana alam yang paling menakutkan bagi manusia, karena bencana alam ini terjadi secara tiba-tiba, tidak dapat diprediksi kapan terjadinnya. Hal ini akibat kita selalu mengandalkan tanah tempat kita berpijak di bumi sebagai landasan yang paling stabil yang bisa selalu dalam keadaan diam dan menopang kita. Begitu terjadi gempa bumi, kita tiba-tiba menyadari bahwa tanah yang kita pijak tersebut ternyata bisa kehilangan stabilitasnya sehingga dapat merusak lingkungan dan bangunan yang ada di atas lapisan permukaan tanah, dan mampu menelan korban.Wilayah Indonesia mencakup daerah-daerah yang mempunyai tingkat resiko gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseIuruh dunia. Data-data terakhir yang berhasil direkam menunjukkan bahwa rata-rata setiap tehun terjadi sepuluh kegiatan gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di Indonesia. Sebagian terjadi pada daerah lepas pantai dan sebagian lagi pada daerah pemukiman. Pada daerah pemukiman yang cukup padat, perlu adanya suatu perlindungan untuk mengurangi angka kematian penduduk dan kerusakan berat akibat goncangan gempa. Dengan menggunakan prinsip teknik yang benar, detail konstruksi yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan jiwa menusia dapat dikurangi. Seperti halnya peristiwa beberapa tahun yang lalu di Yogjakarta diguncang oleh gempa berkekuatan 6,2 skala Richter pada tanggal 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik.Korban tewas menurut laporan terakhir dari Departemen Sosial Republik Indonesia pada 1 Juni 2006 pukul 07:00 WIB, berjumlah 6.234 orang dengan rincian: Yogyakarta 165 jiwa, Kulon Progo 26 jiwa, Gunung Kidul 69 jiwa, Sleman 326 jiwa, Klaten 1.668 jiwa, Magelang 3 jiwa, Boyolali 3 jiwa, Purworejo 5 jiwa, Sukoharjo 1 jiwa dan korban terbanyak di Bantul 3.968 jiwa. Sementara korban luka berat sebanyak 33.231 jiwa dan 12.917 lainnya menderita luka ringan. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling parah terkena bencana. Informasi menyebutkan sebanyak 7.057 rumah di daerah ini rubuh. Gambar 1. Struktur bagunan gedung tahan gempa menurut SNI 03-17261-2002 Biasanya setelah terjadi gempa manusia baru sadar akan konstruksi bangunan yang kurang kokoh menyebabkan banyak menelan korban jiwa. Bangunan yang tahan gempa bisa dibangun dengan teknologi sederhana yang biasa dipakai dalam rumah-rumah konvensional dengan sistem struktur beton bertulang, dinding batu-bata dan atap kayu. Penambahan yang perlu dilakukan, misalnya pada penambahan angkur yang memperkuat hubungan antara elemen beton, dinding, atap dan elemen lainnya. Dengan sistem-sistem bangunan yang dikenal di Indonesia dan dibuat oleh standarisasi pemerintah. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara meminimalisir hancurnya bangunan akibat dampak yang ditimbulkan gempa bumi? 2. Apakah struktur suatu bangunan berpengaruh terhadap kekuatan bangunan untuk menahan gempa bumi? 3. Apakah pondasi bangunan berpengaruh terhadap kekuatan struktur bangunan untuk menahan gempa bumi? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari perancangan bangunan tahan gempa adalah merancang bangunan yang mempunyai daya tahan terhadap gempa bumi. Tahan terhadap gempa bumi dalam arti bahwa bila bangunan terkena gempa bumi maka bangunan tidak akan mengalami kehancuran secara struktural yang dapat meruntuhkan bangunan. Dalam perencanaan bangunan tahan gempa terdapat prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk didirikannya suatu bangunan. Prinsip tersebut yakni, pada konfigurasi bentuk bangunan, pemilihan material bangunan yang ringan, sistem konstruksi penahan beban, dan ketahanan bangunan terhadap kebakaran. Secara umum tujuan dan manfaat dari perencanaan ini adalah pengaplikasian lanjutan dari ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan dengan perhitungan dan permasalahan yang lebih nyata yang terjadi di lapangan. 1.3.1 Tujuan Penulisan 1. Memahami dampak yang ditimbulkan gempa bumi agar dapat meminima rusaknya suatu bangunan. 2. Berpengaruh atau tidaknya struktur bangunan dalam menahan gempa bumi. 3. Mengetahui bahwa semakin ringan bobot bangunan, maka gaya gempa yang diterima bangunan akan jauh berkurang. 4. mengurangi kerusakan, membatasi ketidak nyamanan penghunian saat gempa,dan melindungi layanan bangunan vital serta mengindarkan terjadinya korban jiwa. 1.3.2 Manfaat Penulisan 1. Kita dapat mengetahui, memahami arti dari gempa bumi, dampak yang ditimbulkannya. 2. mengetahui bahwa struktur bangunan sangat berpengaruh terhadap kekuatan suatu bangunan dalam menahan gempa bumi. 3. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan struktur bangunan sehingga memberi rasa aman dan nyaman kepada penghuninya. 4. Meminimalkan kerusakan bangunan yang terjadi akibat gempa. 5. Mendapatkan ilmu tentang desain struktur bangunan tahan gempa pada kondisi wilayah gempa menengah dan tinggi.

Kamis, 27 April 2017

sistem antrian

a. Sistem antrian tersebut merupakan sistem antrian tunggal. b. Menghitung karakteristik operasional  = 28 mahasiswa/jam  = 30 mahasiswa/jam        1 0 P      30281      302 = 0,07 probabilita tidak ada pelanggan dalam system tersebut     L = 28 : (30-28) = 28 : 2 = 14 pelanggan secara rata-rata dalam system antrian tersebut        2 q L )2(3028 2  60784  = 13,07 pelanggan secara rata-rata dalam baris antrian W = 1 : ( - ) = 1 : (30 - 28) = 1 : 2 = 0,5 jam (30 menit) waktu rata-rata tiap pelanggan dalam sistem = 28 : {30 (30-28)} = 28 : 30(2) = 28 : 60 = 0,47 jam (28 menit) waktu rata-rata tiap pelanggan dalam baris antrian 3028           q W    U P W = 0,93 probabilitas pelayan akan sibuk dan pelanggan harus menunggu I = 1 - U = 1 - 0,93 = 0,07 probabilita pelayan akan tidak sibuk dan pelanggan dapat dilayan contohnya : Salon = Ganda, karena yang melayani lebih dari 1  Bank = Ganda, karena yang melayani lebih dari 1  Kantor Konsultan = Tunggal, karena yang melayani hanya 1  Praktek Dokter = Tunggal, karena yang melayani hanya 1

Jumat, 24 Maret 2017

metode transportasi tepping stone

METODE TRANSPORTASI STEPPING STONE



Metode Transportasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber – sumber yang menyediakan produk – produk yang sama di tempat- tempat yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini harus diatur sedemikian rupa karena terdapat perbedaan biaya transportasi (alokasi) dari suatu sumber ke beberapa tujuan yang berbeda – beda dan dari beberapa sumber ke suatu tujuan juga berbeda – beda.
Ada tiga macam metode dalam metode transportasi:
  1. 1.    Metode Stepping Stone
  2. 2.    Metode Modi (Modified Distribution)
  3. 3.    MetodeVAM (Vogel’s Approximation Method)

Pada sesi ini hanya akan dibahas mengenai metode transportasi dengan metode stepping stone, sedangkan metode MODI dan VAM akan dibahas pada sesi tulisan yang lain.

Metode Stepping Stone
Metode ini dalam merubah alokasi produk untuk mendapatkan alokasi produksi yang optimal menggunakan cara trial and error atau coba – coba. Walaupun merubah alokasi dengan cara coba- coba, namun ada syarat yang harus diperhatikan yaitu dengan melihat pengurangan biaya per unit yang lebih besar dari pada penambahan biaya per unitnya. Untuk mempermudah penjelasan, berikut ini akan diberikan sebuah contoh. Suatu perusahaan mempunyai tiga pabrik di W, H, O.  Dengan  kapasitas produksi tiap bulan masing- masing 90 ton, 60 ton, dan 50 ton; dan mempunyai tiga gudang penjualan di A, B, C dengan kebutuhan tiap bulan masing- masing 50 ton, 110 ton, dan 40 ton.  Biaya pengangkutan setiap ton produk dari pabrik W, H, O ke gudang A, B, C adalah sebagai berikut:
ST1
Tentukan alokasi hasil produksi dari pabrik – pabrik tersebut ke gudang – gudang penjualan dengan biaya pengangkutan terendah.

Solusi:
1.1         Penyusunan tabel alokasi
ST2
Xij adalah banyaknya alokasi dari sumber (pabrik) i ke tujuan (gudang) j. Nilai Xij inilah yang akan kita cari.

1.2       Prosedur alokasi
Pedoman prosedur alokasi tahap pertama adalah pedoman sudut barat laut (North West Corner Rule) yaitu pengalokasian sejumlah maksimum produk mulai dari sudut kiri atas (X11) dengan melihat kapasitas pabrik dan kebutuhan gudang.
ST3
Biaya Pengangkutan untuk alokasi tahap pertama sebesar =
50 (20) + 40 (5) + 60 (20) + 10 (10) + 40 (19) = 3260.

1.3       Merubah alokasi secara trial and error
Perubahan bisa dari kotak terdekat atau bisa juga pada kotak yang tidak berdekatan dengan melihat pengurangan biaya per unit yang lebih besar dari pada penambahan biaya per unit. Misalnya akan dicoba perubahan dari kotak WA ke kotak HA artinya 50 ton kebutuhan gudang A akan dikirim dari pabrik H dan buikan dari pabrik W. Perubahan alokasi produk dari dua kotak tersebut akan mengakibatkan berubahnya alokasi produk kotak lainnya yang terkait (kotak HB dan kotak WB). Untuk itu sebelum dilakukan perubahan perlu dilihat penambahan dan pengurangan biaya transportasi per unitnya sebagai berikut:
Penambahan biaya: dari H ke A = 15             Pengurangan biaya : dari W ke A = 20
dari W ke B =  5   +                                               dari H ke B = 20 +
20                                                                             40
Karena pengurangan biaya per unit lebih besar dari penambahan biaya maka perubahan dapat dilakukan.
ST4
Biaya Pengangkutan untuk alokasi tahap pertama sebesar =
90 (5) + 50 (15) + 10 (20) + 10 (10) + 40 (19) = 2260.

Penambahan biaya: dari W ke C =  8              Pengurangan biaya : dari W ke B =   5
dari O ke B =  10   +                                             dari  O ke C = 19+
18                                                                            24
ST5
Biaya Pengangkutan untuk perbaikan kedua sebesar =
50 (5) + 40 (80) + 50 (15) + 10 (20) + 50 (10) = 2020.

Penambahan biaya: dari W ke B =  5              Pengurangan biaya : dari H ke B = 20
dari H ke C  = 10   +                                             dari W ke C =  8 +
15                                                                           28
ST6
Biaya Pengangkutan untuk perbaikan ketiga sebesar =
60 (5) + 30 (8) + 50 (15) + 10 (10) + 50 (10) = 1890 (biaya pengangkutan terendah)

Sehingga alokasi produksi dengan biaya terendah adalah:
  • 90 unit produksi dari pabrik W dialokasikan ke gudang B sebanyak 60 unit dan ke gudang C sebanyak 30 unit.
  • 60 unit produksi dari pabrik H dialokasikan ke gudang A sebanyak 50 unit dan ke gudang C sebanyak 10 unit.
  • 50 unit produksi dari pabrik O dialokasikan ke gudang B sebanyak 50 unit.
Sampai bertemu pada sesi tulisan yang lain, selamat menikmati statistik.